Bisnis.com, JAKARTA— PT Perusahaan Listrik Negara (persero) menggunakan asumsi kebutuhan listrik tahun ini sebesar 6,42% pada Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019—2028 atau lebih rendah dibandingkan dengan RUPTL 2018—2027 sebesar 6,86%.
Direktur Perencanaan Korporat PT PLN Syofvi Felianty Roekman mengatakan hal itu dengan mempertimbangkan konsumsi pertumbuhan ekonomi yang juga lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, Syofvi mengaku masih optimis merencanakan operasional pembangkit berkapasitas besar di pula Jawa dalam mendongkrak konsumsi. Mengingat pertumbuhan penjualan listrik di pulau Jawa pada 2018 jauh lebih baik dibandingkan 2017. Adapun besaran konsumsi listrik di Pulau Jawa tahun lalu mencapai sekitar 4%, dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan secara nasional sebesar 5,15%.
“Ekspektasi kami tahun ini masih di kisaran 6%. Kami berpikir selesai April [pemilu], industri akan banyak yang menyerap. Tapi awal tahun ini trennya juga sudah mulai bagus, per periode Januari lebih dari 5,15%. Industrinya tetep bagus. Konsumsinya naik,”katanya Kamis (21/2/2019).
Sementara itu, pengamat menilai pertumbuhan permintaan listrik dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019—2028, pada realitasnya akan lebih jauh rendah dari yang diperkirakan PLN.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan secara riil pertumbuhan permintaan listrik tahun ini hanya akan mencapai sekitar 5%.Fabby menuturkan faktor politik sepeti pemilihan presiden akan menahan industri dalam membuat keputusan untuk berinvestasi setelah bulan Mei.
“Baru kelihatan Juni. Jadi sambungan listrik, kalau menambah dan membangun pabrik baru baru akan dilakukan setelahMei. Kita lihat saja nanti data triwulan pertama sampai maret ini, kemungkinannya bahkan pertumbuhannya di bawah 4%. Mungkin di semester dua bisa naik,”ujarnya.
Kemudian, lanjut Fabby adanya ketidakpastian ekonomi global juga akan membuat industri lebih berhati-hati dalam brekspansi. Dia menjelaskan untuk sektor rumah tangga, dari sisi daya beli memang akan lebih baik. Akan tetapi, saat ini faktor efisiensi energi, juga membuat masyarakat memilih mengkonsumsi lampu LED.
Menurutnya, dalam waktu dekat, konsumsi listrik memang bisa terdongkrak dengan keseriusan pemerintah dalam menggenjot penggunaan kompor listrik. Namun tantangannya, saat ini, sebut dia adalah harga kompor listrik yang masih mahal dan konsumsi daya yang cukup tinggi. Masyarakat membutuhkan kenaikan daya minimal hingga 4.400 VA untuk bisa mengoperasikan kompor induksi. Sehingga belum bisa menciptakan banyak populasi.
Tak hanya itu, supaya bisa mendorong penggunaan kompor induksi, maka pemerintah harus mengetatkan peredaran lpg 3 kg. Sebab masih banyak pelanggan rumah tangga PLN 1.300 VA masih membeli lpg 3kg, yang tentunya harganya jauh lebih murah ketimbang listrik.
“Jadi kalau ada kompor listrik pertumbuhannya bisa diatas 5%. Kalau jumlahnya besar. Di luar itu, Keberhasilan PLN menumbuhkan permintaan tergantung upaya pemerintah mengendalikan LPG 3kg,"tekannya.