Bisnis.com, JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia juga mengeluhkan besaran pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% yang dikenakan kepada hotel.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengatakan pengenaan pajak PPN sebesar 10% ini sangat memberatkan pelaku usaha hotel di tengah okupansi yang rendah.
"Okupansi hotel di sepanjang tahun lalu rerata hanya 57%. Okupansi rendah, beban operasional besar," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (21/2).
Menurutnya karena pajak PPN hotel ini dikenakan dari pemerintah daerah melalui peraturan daerah terkait pajak dan retribusi, seharusnya pemerintah daerah harus mempertimbangkan okupansi hotel di setiap daerah setempat.
"Kebanyakan pemda mematok PPN hotel sebesar 10% sesuai dengan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," ucapnya.
Dia meminta pemerintah untuk mengganti nama pajak hotel menjadi pajak akomodasi.
Hal itu dikarenakan agar akomodasi lain seperti air bnb, kostan eksklusif, apartemen yang disewakan ke wisatawan, guest house, bunk bed, dan homestay juga dikenakan pajak yang sama seperti hotel.
"Penggantian nama ini agar semua akomodasi wisata juga kena pajak enggak hanya hotel saja. Apalagi yang melayani wisatawan tapi enggak ada izinnya, semestinya juga dikenakan pajak yang sama. Besarannya juga harus sama dengan hotel," tutur Hariyadi.