Bisnis.com, JAKARTA -- Konsumsi LPG di Indonesia diperkirakan sebesar 237 kilo barrels per day (kbd) pada 2019, naik 3% dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 230 kbd.
Proyeksi konsumsi itu mengacu pada data Wood Mackenzie yang diterima Bisnis, baru-baru ini. Prediksi adanya peningkatan permintaan konsumsi LPG sejalan dengan bertambahnya alokasi subsidi energi pada tahun ini, yang senilai Rp100, 68 triliun.
Pengamat energi dari Energi Watch Mamit Setiawan mengatakan konsumsi LPG memang terus mengalami peningkatan.
"Saya kira memang akan terus meningkat trennya. Hal ini bisa kita lihat bahwa sampai detik ini, untuk LPG 3 kg siapapun bisa menggunakannya," tuturnya, Minggu (3/2/2019).
Menurut Mamit, belum adanya aturan khusus yang membatasi penggunaan LPG, khususnya LPG 3 kg. Hal ini membuat permintaan akan semakin tinggi setiap tahunnya.
Disparitas harga yang cukup tinggi antara LPG 3 kg dengan di atasnya pun mendorong tingkat permintaan. Dengan demikian, beban subsidi pasti akan terus meningkat sepanjang tahun.
"Kalaupun kuota sudah habis, maka Pertamina yang akan menanggung kekurangan tersebut. Pemerintah harus segera membuat peraturan atau cara yang efektif sehingga LPG 3 kg tidak bisa dinikmati oleh semua kalangan tapi memang untuk masyarakat yang tidak mampu," ucapnya.
Terkait program jaringan gas (jargas) yang dimaksudkan pemerintah agar masyarakat beralih dari penggunaan LPG, Mamit menilai sejauh ini program tersebut belum menjangkau banyak wilayah. Sehingga, masih sedikit masyarakat yang beralih menggunakan jargas.
Mestinya, program ini setidaknya bisa menjangkau wilayah yang memiliki sumber gas dan kota-kota besar.
Untuk diketahui, subsidi BBM dan LPG pada masa pemerintahan Jokowi-JK memang cenderung lebih rendah dibandingkan masa pemerintahan SBY- Boediono.
Sepanjang 2014-2016, subsidi BBM dan LPG sempat mengalami penurunan. Pada 2014, nilainya mencapai Rp240 triliun, tapi kemudian menurun menjadi Rp60,8 triliun pada 2015.
Jumlah tersebut kemudian mengalami penurunan kembali pada 2016, dengan besaran Rp43,7 triliun.
Pada 2017, nilainya meningkat menjadi Rp47 triliun, kemudian naik lagi lebih dari 100% menjadi Rp97 triliun pada 2018. Meski demikian, angkanya masih lebih rendah dibandingkan 2014.