Bisnis.com, JAKARTA - Pelaksanaan dana otonomi khusus (Otsus) di Papua dan Papua Barat disorot oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Anggota VI BPK, Harry Azhar Azis mengatakan sesuai dengan visi dan misinya, BPK berperan dalam mendorong pengelolaan keuangan dalam rangka otonomi khusus secara transparan, akuntabel, partisipatif, efektif dan efisien melalui pelaksanaan pemeriksaan yang menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.
Selain itu, BPK juga dapat memberikan pendapat kepada pemerintah terkait kebijakan yang telah dilaksanakan.
"Pada akhirnya, BPK turut berperan dalam mendukung pencapaian tujuan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat, sesuai dengan yang diamanatkan di dalam peraturan perundang-undangan," kata Harry Azhar dikutip, Sabtu (2/2/2019).
Adapun BPK telah melakukan pengumpulan data dan informasi awal, termasuk diskusi dengan berbagai pihak dari unsur masyarakat yang dianggap kompeten dan relevan memberikan pendapat atas kondisi perkembangan pelaksanaan otonomi khusus.
Berdasarkan pengumpulan data dan informasi tersebut, terdapat beberapa indikasi permasalahan yang sudah mulai tampak, yaitu :
1) Regulasi pelaksanaan Otonomi Khusus, sebagaimana yang diamanatkan peraturan perundang-undangan, belum ditetapkan secara lengkap;
2)Belum ada penetapan target capaian yang terukur atas pelaksanaan Otonomi Khusus, khususnya dengan sasaran prioritas yang disebutkan dalam undang-undang, sebagai arah kebijakan dan acuan dalam perencanaan maupun pelaksanaan program dan kegiatan, serta sebagai dasar pelaksanaan evaluasi atas capaian kinerja pengelolaan;
3) Struktur pelaksana pengelolaan dana belum dilengkapi dengan rincian tugas dan mekanisme kerja yang memadai, beserta target ouput kinerja yang terukur, yang fokus pada perencanaan, koordinasi antar dan intern pemerintah provinsi/kabupaten/kota, serta monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan seluruh program dan kegiatan dalam rangka Otonomi Khusus.
3) Penggunaan dana belum sesuai sepenuhnya dengan ketentuan peruntukan masing-masing sumber dana. Penggunaan dana yang berasal dari porsi 2% DAU dan Dana Bagi Hasil Migas dalam rangka Otonomi Khusus belum sepenuhnya menunjukan penempatan bidang pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas penggunaan, dan penggunaan Dana Tambahan Infrastruktur tidak sepenuhnya terkait dengan upaya menghubungkan antar wilayah;
4) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi belum memadai, antara lain terkait dengan monitoring pemanfaatan dan bagi hasil migas dalam rangka Otonomi Khusus, serta penggunaan sisa sumber dana Otonomi Khusus yang tidak terealisasi pada periode sebelumnya;
5) Pelaksanaan fungsi pengawasan terkait pertanggungjawaban penggunaan dana belum sepenuhnya memadai;
6)Pelaksanaan Otonomi Khusus yang belum optimal dalam meningkatkan ukuran kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Dengan banyaknya kelemahan tersebut, lembaga auditor negara itu menganggap perlu menindaklanjuti indikasi permasalahan yang telah ditemukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan otonomi khusus di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Pemeriksaan tersebut dapat dilaksanakan melalui Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu, yang diarahkan pada pengambilan kesimpulan atas pencapaian tujuan dan sasaran prioritas pelaksanaan otonomi khusus yang diamanatkan undang-undang, dan minimal dapat menjawab pertanyaan terkait korelasi antara output pelaksanaan otonomi khusus dengan ukuran kesejahteraan masyarakat, serta kesesuaian peruntukan dan pertanggungjawaban penggunaan dana.