Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah optimistis dana repatriasi dari program amnesti pajak tetap bertahan di dalam negeri selepas masa tahan dana (holding period) berakhir tahun ini.
Program amnesti pajak yang bergulir pada 2016 menjanjikan tarif tebus yang lebih kompetitif atas repatriasi aset ketimbang opsi deklarasi. Dengan catatan, dana tersebut mesti dialihkan ke dalam negeri untuk bertahan setidaknya tiga tahun sepanjang holding period.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan aset repatriasi di dalam negeri masih menjanjikan imbal hasil yang lebih menarik di tengah situasi pelemahan ekonomi global.
"Dalam situasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat baik dan inflasi terjaga, masih memberikan expected return dari investasi yang relatif baik daripada di negara lain," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Sri Mulyani mengungkapkan sebagian besar wajib pajak yang melakukan repatriasi aset berkomitmen mempergunakan dana tersebut untuk reinvestasi di dalam negeri, baik melalui perusahaan yang terafiliasi dengan kelompok bisnisnya atau dalam bentuk instrumen lain. Meski demikian, pihaknya terus memantau imbal hasil di dalam instrumen investasi dalam negeri bersama bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar dana repatriasi tersebut dapat tetap bertahan di dalam negeri.
"Sebenarnya, opsi untuk menetap di sini masih sangat besar. Ini akan terus kami komunikasikan, dalam konteks melihat penggunaan dana repatriasi di dalam instrumen maupun jenis investasi, bersama OJK dan BI melihat apa yang perlu dilakukan," tuturnya.
Berbagai kalangan memperkirakan berakhirnya periode tahan dana dari program amnesti pajak dapat membuat likuiditas perbankan mengering. Dana repatriasi amnesti pajak sekitar Rp140 triliun berpotensi kembali berbalik keluar untuk memperoleh imbal hasil yang lebih tinggi jika tidak diterbitkan insentif lanjutan.