Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sebanyak 1.500 Nelayan Ditargetkan Dapat Sertifikat Fair Trade

Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) menargetkan jumlah nelayan binaannya yang bisa memenuhi kriteria sertifikasi Fair Trade dari Amerika Serikat mencapai 1.500 orang dalam dua tahun ke depan dari saat ini sekitar 859 orang.
Pekerja membersihkan dan memotong ikan tuna untuk diekspor di tempat pengolahan UD. Nagata Tuna, Banda Aceh, Aceh, Jumat (26/1/2018)./ANTARA-Irwansyah Putra
Pekerja membersihkan dan memotong ikan tuna untuk diekspor di tempat pengolahan UD. Nagata Tuna, Banda Aceh, Aceh, Jumat (26/1/2018)./ANTARA-Irwansyah Putra

Bisnis.com, JAKARTA—Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) menargetkan jumlah nelayan binaannya yang bisa memenuhi kriteria sertifikasi Fair Trade dari Amerika Serikat mencapai 1.500 orang dalam dua tahun ke depan dari saat ini sekitar 859 orang.

Direktur Eksekutif MDPI Saut Tampubolon menyebutkan dengan peningkatan jumlah nelayan  yang mendapatkan sertifikasi ini, jumlah insentif atau dana premium yang diperoleh nelayan kecil Indonesia diharapkan bisa meningkat menjadi Rp9 Miliar dari saat ini Rp4,5 miliar.

“Dari 859 [nelayan] yang masuk fair trade itu, mereka mendapat Rp4,5 miliar dengan jumlah produk 1.045 ton yellow fin tuna [tuna sirip tuna],”jelas Saut, Rabu (16/1).

Dengan tersertifikasinya 1.500 nelayan tersebut, maka jumlah tangkapan nelayan kecil yang bisa mendapatkan dana premium diharapkan bisa mencapai dua kali lipat atau 2.090 ton.

Perhitungan dana premium adalah tambahan US$0,3 per kilogram ikan yang dijual, di luar harga pasar, jika menjual ke off taker yang juga tersertifikasi Fair Trade.

Adapun domisili nelayan binaan MDPI saat ini tersebar di 6 provinsi yakni Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi, dan Sulawesi Utara dengan jumlah nelayan binaan mencapai 3.679 orang.

Dari jumlah tersebut, nelayan yang sudah bisa menghasilkan produk perikanan dengan jaminan ketertelusuran baru sekitar 1.349 nelayan dengan kekuatan 300 unit –400 unit armada kapal berbobot maksimal 2 GT.

Sementara itu, para nelayan yang sudah mendapatkan sertifikat Fair Trade saat ini masih terpusat di Sangihe di Sulawesi Utara, dan Pulau Buru bagian utara di Maluku. Ke depan, pihaknya berharap praktik ketertelusuran ini bisa diperluas hingga ke Sanana-Maluku Utara dan Pulau Buru bagian selatan.

Seperti diketahui, ketertelusuran menjadi salah satu prasyarat yang dibutuhkan untuk mendapatkan sertifikat Fair Trade di samping sejumlah ketentuan lain seperti tidak adanya perbudakan, tidak mempekerjakan anak di bawah umur, penangkapan ikan dilakukan secara legal, juga memenuhi standar keselamatan di atas kapal.

Dalam dua tahun ke depan, jumlah produk yang sudah  diharapkan bisa mencapai 5.000 ton. Lembaga sertifikasi Fair Trade sendiri telah menjalin banyak kemitraan dengan ritel di AS yang merupakan salah satu konsumen utama tuna di pasar global.

PEMANFAATAN DANA PREMIUM

Kendati mendapatkan insentif berupa dana premium, tidak lantas tiap-tiap nelayan bisa dengan bebas memanfaatkan keseluruhan dana itu. Dana tersebut akan ditransfer ke komite Tuna di tiap lokasi setiap kali transaksi, untuk kemudian disalurkan ke kelompok-kelompok nelayan.

Kelompok nelayan ini kemudian merembukkan bersama peruntukan uang tesebut. Pada umumnya, dana premium dimanfaatkan untuk pengembangan dan menjaga lingkungan, edukasi nelayan, juga untuk meningkatkan kesejahteraan sosial nelayan.

La Tohia, anggota kelompok Tuna Tapana Tehoru dari Kabupaten Maluku Tengah yang juga merupakan Ketua Komite Tuna Pulau Seram menyebutkan sejauh ini pemanfaatan dana premium di kelompoknya disalurkan untuk pengembangan lingkungan.

Sebagai contoh, di kelompoknya yang terdiri dari 10 anggota pihaknya menyalurkan dana bantuan sebesar Rp1,4 juta untuk tiap satu anak dari satu keluarga untuk membantu dana pendidikan.

Penyaluran dana pendidikan ini berbeda jumlahnya setiap kali pencairan yang dilakukan 6 bulan sekali, tergantung pada jumlah dana premium yang didapat kelompok.

Dana premium juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan perangkat para nelayan seperti boks es sebagai sarana pendingin ikan hasil tangkapan, GPS, dan lain-lain

Dia menambahkan, untuk awal tahun ini, Komite Tuna Seram yang membawahi 9 kelompok nelayan termasuk kelompok Yapana Tehoru mendapatkan insentif dana premium sebesar lebih dari Rp200 juta. Dana ini, menurutnya, tegolong kecil dibandingkan sebelumnya yang pernah mencapai hampir Rp500 juta.

Kecilnya dana yang diterima tahun ini menurutnya lantaran tidak semua anggota kelompok menjual hasil tangkapan ke PT Harta Samudra di Ambon, Maluku, yang juga telah disertifikasi oleh fair Trade.

Hal ini memang sesuai dengan ketentuan bahwa para nelayan tidak diwajibkan menjual ke satu off taker. Mereka bisa menjual ke pihak lain jika dinilai menawarkan harga lebih baik. Namun, ikan tuna tersebut tidak akan mendapatkan dana premium.

Kendati demikian, para nelayan yang menjadi anggota kelompok tetap akan mendapatkan porsi manfaat dana premium yang sama.

Saat ini, menurut La Tohia, pada saat musim panen dirinya bisa mendapatkan 3 ekor—5 ekor tuna sirip kuning dengan berlayar sejauh 45-60 mil dari pantai.

Adapun, bobot tangkapan biasanya bisa mencapai 30 kilogram—40 kilogram per ekor. Namun, tak dipungkiri, pada saat paceklik, bisa jadi mereka tak mendapatkan tuna sama sekali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper