Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelaku Industri Hulu Keberatan Bea Masuk Biji Kakao Diturunkan

Wacana pemerintah untuk menurunkan bea masuk impor kakao demi mencukupi kebutuhan industri kakao olahan dalam negeri berpeluang menggerus industri hulu.

Bisnis.com, JAKARTA — Wacana pemerintah untuk menurunkan bea masuk impor kakao demi mencukupi kebutuhan industri kakao olahan dalam negeri berpeluang menggerus industri hulu.

Ketua Umum Asosiasi kakao Indonesia (Askindo) M. Arie Nauvel mengatakan dia mengakui bahwa industri hilir atau pengolahan kakao sedang mengalami kekurangan pasokan bahan baku biji kakao, sehingga harus mengimpor. Namun demikian, dia menilai rencana wacana penurunan bea masuk kakao sebagai upaya membantu industri hilir, justru akan menjadi bumerang bagi industri kakao Indonesia.

“Dengan adanya wacana pembebasan bea masuk, justru akan membat produktivitas petani atau sektor hulu semakin tergerus. Saat ini minat petani untuk menanam kakao sudah turun, apalagi jika nanti bea masuknya dihapuskan,” ujar Arie, Rabu (16/1/2019).

Untuk itu, dia berharap pemerintah memilih untuk mengurangi pajak pertambahan nilai (PPN) pertanian yang ditetapkan 10%. Kebijakan tersebut dianggapnya lebih tepat dan adil bagi industri hulu maupun hilir.

Pasalnya, lanjut Arie, kebijakan itu akan menjadi insentif bagi petani yang selama in dibebani PPN 10% sehingga mau untuk meningkatkan produksinya. Dengan demikian, menurutnya, persoalan dihilir terkait dengan kekurangan pasokan bahan baku akan terselesaikan.

Arie mengatakan, tingkat utilitas perusahaan pengolahan kakao saat in hanya mencapai 59%. Hal itu tak lepas dari terbatasnya pasokan biji kakao di dalam negeri. Dia mengatakan pada tahun lalu produksi kakao Indonesia sekitar 250.000 ton, dan 90% di antaranya diserap produsen lokal.

Namun, pasokan dari dalam negeri tersebut tidak cukup, lantaran total kapasitas terpasang industri pengolahan RI mencapai 740.000 ton. Tak heran jika cukup banyak perusahan pengolahan kakao memilih untuk mengimpor biji kakao untuk memenuhi produksinya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor kakao Indonesia pada 2018 mencapai US$528,94 juta dengan volume mencapai 235.376 ton. Volume impor terbesar berasal dari Ekuador dengan 63.678 ton yang dilanjutkan oleh Malaysia sejumlah 45.105 ton.

Adapun, bedasarkan dokumen identifikasi persoalan industri kakao Kementerian Perindustrian (Kemenperin), permasalahan kekurangan pasokan bahan baku kakao menjadi salah satu penghambat pertumbuhan industri pengolahan kakao dan ekspor komoditas tersebut.

Untuk itu Kemenperin menyarankan agar bea masuk impor biji kakao diturunkan dari 5% menjadi 0%, di mana kebijakan itu akan ditinjau ulang efektifitasnya dalam setahun. Strategi tersebut diharapkan menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan persoalan bahan baku kakao di Indonesia.

Saat ini, impor biji kakao selain dikenai bea masuk 5%, juga dikenakan PPN 10% dan PPh 2,5%. Untuk itu, total beban pajak yang ditanggung untuk mengimpor kakao sebesar 17,5%. Beban pajak tersebut dinilai memberatkan bagi para pelaku industri pengolahan kakao di Indonesia.

Selain itu, Kemenperin juga menyarankan agar PPN produk pertanian untuk kakao dihapuskan. Sementara itu untuk meningkatkan produksi domestik, pemerintah akan melanjutkan program gerakan nasional (gernas) kakao yang berupa pendampingan kepada petani kakao.

Dalam dokumen tersebut, Kemenperin juga mengidentifikasikan bahwa pada 2017 utilitas industri pengolahan kakao baru mencapai 59% dengan nilai ekspor US$760,46 miliar. Dalam analisanya, Kemenperin menyebutkan apabila, utilitas industri pengolahan ditingkatkan hingga 80%, maka akan meningkatkan ekspor kakao olahan Indonesia hingga US$1,38 miliar.

Terpisah, Direktur Penggunaan dan Pemasaran Produk Dalam Negeri Kementerian Perdagangan  Luther Palimbong mengatakan, topik mengenai PPN pertanian menjadi salah satu keluhan terbesar yang diutarakan oleh para pelaku di sektor kakao. Pasalnya, tarif pajak tersebut membuat para petani kakao semakin terbebani.

“Saat ini identifikasi awal kami memang tentang PPN pertanian yang dinilai memberatkan, sehingga dampaknya melanda sektor hulu maupun hilir. Akibatnya pula ekspor produk olahan kakao kita tidak tumbuh maksimal. Kita akan coba identifikasi masalah-masalah lain,” jelasnya. 

Namun demikian, dia mengaku tidak tahu apabila ada wacana dari Kemenperin yang mengusulkan penurunan bea masuk biji kakao. Dia menegaskan, kebijakan terkait dengan industri kakao akan diambil melalui rapat koordinasi (rakor) Kementerian Koordinator Perekonomian.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper