Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Manufaktur China Terkontraksi selama Desember 2018

Aktivitas manufaktur di China terkontraksi untuk pertama kalinya dalam dua tahun pada Desember.
Manufaktur China/Reuters
Manufaktur China/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA—Aktivitas manufaktur di China terkontraksi untuk pertama kalinya dalam dua tahun selama Desember 2018.

Hal itu menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi Beijing masih berat di tengah upaya pencarian akhir dari perang dagang dengan Washingto. Selain itu, risiko perlambatan ekonomi  domestik pada tahun depan masih membayangi.

Adapun meningkatnya kesulitan manufaktur di Negeri Panda juga memberikan sinyal bahwa momentum terus berkurang di sana, yang selanjutnya akan menimbulkan kekhawatiran mengenai perlambatan permintaan global.

Apalagi jika perselisihan AS—China terus berlanjut. Kekhawatiran bahwa perang dagang telah merusak rantai penawaran global turut memberatkan sentimen terhadap perdagangan global, investasi, dan pasar keuangan pada tahun ini.

Biro Statistik Nasional (NBS) China merilis indeks pembelian manajer (Purchasing Managers’ Index/PMI) menunjukkan penurunan ke level 49,4, atau area ekspansi, pada Desember dari 50,0 pada bulan sebelumnya. Perolehan tersebut juga kurang dari median yang diperkirakan analis yang disurvei Reuters sebesar 49,9.

Adapun kontraksi tersebut merupakan yang pertama kali sejak Juli 2016 dan perolehan terlemah sejak Februari 2016. 

Ke depannya, China diharapkan mampu memberikan dukungan untuk perekonomian dalam beberapa bulan ke depan.

Pasalnya, pelemahan lebih lanjut dalam sektor manufaktur yang menjadi inti lapangan kerja dapat mengganggu laju konsumsi domestik.

Pada November, hasil produksi industri sempat menguat ke level tertingginya dalam tiga tahun sementara pertumbuhan pendapatan di korporasi industri jatuh untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

Di sisi lain, sejumlah analis pesimistis Beijing dan Washington dapat menjembatani perbedaan di antara keduanya lewat kesepakatan dagang dalam masa perundingan sekarang ini.

“Ada beberapa permintaan jangka pendek dari luar negeri, tapi permintaan jangka panjangnya sedikit yang diterima pabrikan China. Pasalnya, kekhawatiran tentang ketidakpastian perdagangan masih ada,” kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust di Shanghai, seperti dikutip Reuters, Selasa (1/1/2019).

Dia menambahkan, prospek ekspor jangka menengah dan jangka panjang dari Negeri Panda masih belum terlihat optimistis.

Adapun Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sepakat pada awal bulan lalu untuk mengadakan perundingan selama 90 hari. AS dan China juga sepakat untuk tidak memberlakukan maupun memperkenalkan tarif dalam periode tersebut.

Meskipun Trump menyampaikan pada pekan lalu bahwa potensi kesepakatan dagang memiliki kemajuan, sejauh ini masih sedikit perincian konkrit yang diperlihatkan.

Adapun perang dagang telah merugikan miliaran dolar bagi kedua belah pihak pada tahun ini. Sejumlah industri, mulai dari otomotif, teknologi, hingga pertanian AS telah menjadi korbannya.

Begitu pula produk-produk China telah membanjiri sejumlah pergudangan di sekitar AS karena peritel mengirim lebih banyak produk sebelum dikenai tarif. Hal itu pun menjadikan outlook ekspor pada jangka pendek tidak berpotensi rebound meskipun nantinya kesepakatan tercapai.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper