Bisnis.com, JAKARTA -- Proses sertifikasi lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dijanjikan dapat diselesaikan pada Januari 2019, sehingga bisa segera diresmikan oleh pemerintah.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Dewan Nasional KEK Enoh Suharto Pranoto usai Rapat Koordinasi (Rakor) KEK di Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, yang juga dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor, Kamis (27/12/2018).
"Iya, itu Maloy [masih terkendala status lahan]. Tapi tadi Gubernur, Bupati, dan BPN sepakat bahwa Januari 2019 diselesaikan semua," ujarnya.
Enoh menyebutkan saat ini, baru ada 6 KEK yang resmi beroperasi dari total 12 KEK yang direncanakan. Keenam KEK yang telah diresmikan operasionalnya adalah KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Mandalika, KEK Palu, KEK Lhokseumawe, dan KEK Galang Batang.
Isran juga mengakui bahwa saat ini, KEK MBTK masih menghadapi kendala terkait status sertifikasi yang belum dikeluarkan oleh BPN.
"Secepatnya, mungkin sebulan lagi selesai. Awal Januari-Februari 2019 sudah diresmikan Presiden, kalau tidak, oleh Menko Perekonomian. Kalau tidak Menko Perekonomian, ya Menteri siapa," tuturnya.
Belum selesainya status sertifikasi lahan dari BPN disebut membuat para investor menahan diri untuk berinvestasi di KEK yang berlokasi di Kabupaten Kutai Timur tersebut. Adapun persyaratan pemerintah daerah telah dilengkapi.
Isran mengklaim sudah ada beberapa investor yang tertarik berinvestasi termasuk investor asing dari Korea Selatan (Korsel) dan China. Para calon investor ini bergerak di sektor industri, ekspor kapal, dan lain-lain.
"Saya tidak tahu persis nilainya, banyak yang ingin berinvestasi karena kalau kita ekspor langsung dari situ, misalnya ke utara, ke Shanghai, China atau ke Korsel, itu jauh lebih pendek waktunya. Selama ini, kalau ekspor barang-barang dari Surabaya itu 29 hari, tapi kalau lewat Kaltim hanya 7-9 hari sampai," paparnya.
KEK MBTK ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2014 dengan total luas area 557,34 hektare (ha). Kawasan ini kaya Sumber Daya Alam (SDA), terutama kelapa sawit, kayu, dan energi, serta didukung posisi geostrategis yang terletak di lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia II (ALKI II).
ALKI II merupakan lintasan laut perdagangan internasional yang menghubungkan Kalimantan dan Sulawesi, merupakan jalur regional lintas Trans Kalimantan, dan transportasi penyeberangan feri Tarakan-Tolitoli serta Balikpapan-Mamuju.
KEK MBTK diharapkan dapat mendorong penciptaan nilai tambah melalui industrialisasi atas berbagai komoditas di wilayah tersebut. Berdasarkan keunggulan geostrategis wilayah Kutai Timur, KEK MBTK akan menjadi pusat pengolahan kelapa sawit dan produk turunannya, serta pusat bagi industri energi seperti industri mineral, gas, dan batu bara.
Hingga 2025, KEK yang ditetapkan pada Oktober 2014 ini ditargetkan dapat menarik investasi sebesar Rp34,3 triliun dan meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kutai Timur hingga Rp4,67 triliun per tahunnya.