Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit US$2,05 miliar pada November 2018 seiring besarnya defisit di neraca migas.
Nilai defisit ini disebabkan oleh dari posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar US$14,83 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai neraca impor sebesar sebesar US$16,88 miliar.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto mengungkapkan penyebabnya adalah defisit di neraca migas yang mencapai US$1,46 miliar pada November 2018.
"Defisit di neraca migas ini disebabkan defisit yang cukup besar di hasil minyak sebesar US$1,58 miliar," papar Kecuk, Senin (17/12)
Sementara itu, defisit nonmigas tercatat sebesar US$583,2 juta. Secara kumulatif (Januari-November), Kecuk melaporkan neraca perdagangan masih mengalami defisit sebesar US$7,52 miliar. Posisi ini jauh berbeda dibandingkan tahun sebelumnya yang mengalami surplus US$12,08 miliar.
"Jadi bisa dilihat pergerakan defisitnya, sehingga diharapkan upaya mengenjot ekspor dan mengendalikan impor lebih baik lagi agar neraca perdagangan dapat kembali surplus ke depannya," tegas Kecuk.
Baca Juga
Nilai ekspor per November mengalami penurunan 6,69% menjadi US$14,83 miliar disebabkan oleh penurunan ekspor migas.
Ekspor hasil minyak, minyak mentah dan gas mengalami penurunan. Sementara itu, ekspor nonmigas juga mengaami penurunan sebesar 6,25% dari bulan sebelumnya.
Penurunan ekspor nonmigas dipicu oleh penurunan ekspor perhiasan dan permata, lemak dan minyak nabati dan bahan bakar mineral.
Menurut sektornya, ekspor migas turun 10,75% dari bulan sebelumnya menjadi US$1,37 miliar. Secara tahunan, ekspor migas masih tumbuh 5,84%.
Untuk sektor pertanian, ekspor mengalami peningkatan tipis sebesar 1,29% dari bulan sebelumnya menjadi US$320 juta didorong oleh komoditas cengkih, kakao, mutiara hasil budidaya dan hasil hutan bukan kayu. Kemudian, ekspor pertanian secara tahunan juga mengalami pertumbuhan sebesar 1,05% didorong oleh ekspor komoditas seperti cengkih, kakao dan hasil hutan bukan kayu.
Sementara itu, ekspor industri pengolahan mengalami penurunan 8,12% menjadi US$10,68 miliar. Secara tahunan, ekspor dari sektor ini juga mengalami penurunan -6,86%.
Adapun, komoditas yang mengalami penurunan a.l. barang perhiasan, minyak kelapa sawit dan bahan kertas, logam dasar mulia. Sektor pertambangan dan lainnya tercatat tumbuh 1,79% menjadi US$2,46 miliar pada November dibandingkan bulan sebelumnya.
Kontribusi ekspor pertambangan pada bulan November didorong oleh komoditas tembaga, batu hias, dan bahan bangunan.
Sementara itu, pertumbuhan tahunannya mencapai 9,09%.
Lebih lanjut, BPS mencatat impor sebesar US$16,88 miliar atau turun 4,47% dibandingkann Oktober 2018. Impor migas mengalami penurunan 2,80% dan impor nonmigas juga mengalami penurunan sebesar 4,80% dibandingkan bulan sebelumnya.
Jika dibandingkan bulan yang sama tahun lalu sebesar US$15,11 miliar, impor per November 2018 mengalami kenaikan sebesar 11,68%.
Berdasarkan sektornya, impor konsumsi mengalami penurunan sebesar 4,70% menjadi US$1,43 miliar. Namun, ekspor barang konsumsi meningkat 6,79% secara tahunan.
Impor bahan baku pada bulan November mengalami penurunan 4,14% menjadi US$12,86 miliar. Secara tahunan, impor bahan baku dan penolong mengalami pertumbuhan cukup tinggi sebesar 15,56%.
Barang modal tercatat mengalami penurunan 5,92% menjadi US$2,59 miliar. Adapun, barang modal mengalami penurunan sebesar US$2,13% dibandingkan tahun sebelumnya.