Bisnis.com, BOGOR – Sebagai produsen sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar mengembangkan surfaktan berbasis sawit yang dapat meningkatkan produksi minyak bumi tahap lanjut atau enhanced oil recovery (EOR).
"Indonesia negara pertama yang mengembangkan surfaktan dari sawit, sehingga sawit tidak lagi hanya untuk minyak goreng," kata Ketua Minyak dan Gas First Golden Energy Hasan Hambali dalam bincang Komunitas Migas Indonesia (KMI) di Kota Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (12/12/2018).
Hambali menyebutkan selama ini sawit Indonesia dimusuhi sebagai penyebab penyakit dan sebagainya. Kampanye hitam ini menyebabkan harga sawit anjlok.
Sawit tidak dapat tumbuh di Amerika Serikat, negara-negara Arab, Kanada, ataupun Eropa. Kebanyakan negara tersebut menggunakan minyak goreng dari sumber yang lain seperti minyak bunga matahari.
Persaingan ini, kata Hambali, dapat diatasi jika Indonesia menjadikan sawit menjadi surfaktan yang dapat digunakan oleh negara-negara penghasil minyak untuk meningkatkan produksi minyak buminya tahap lanjut.
"Kalau sawit ini diubah menjadi surfaktan, bisa digunakan di Arab, Aman, Qatar, Amerika, dan Kanada untuk meningkatkan cadangan minyaknya, tentu mereka senang dan tidak memusuhi produksi surfaktan dari sawit," tuturnya.
Menurut Hambali, penggunaan surfaktan ramah lingkungan dari sawit ini dapat menaikkan produksi minyak 20%. Bahkan dari hasil uji coba yang dilakukannya di salah satu kilang minyak milik Pertamina, kenaikan mencapai empat kali lipat.
Dia mencatat biasanya satu sumur tua menghasilkan 10 barel per hari, tetapi setelah diberikan surfaktan, naik menjadi 40 barel per hari.
Nilai ekonomi yang didapat dengan peningkatan produksi ini, dengan hitungan sederhana, jika satu barel seharga US$60, bila dikonversi harganya sekitar Rp1 jutaan. Maka dari 10 barel menjadi 30 barel untuk sumur ukuran kecil, bisa meraup Rp30 juta per hari per satu sumur.
Dia menyebutkan Indonesia memiliki ratusan sumur minyak yang tersebar di mana-mana. Begitu pula dengan potensi sawit Indonesia yang tersebar di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.
Penggunaan surfaktan sawit, lanjut Hambali, juga lebih murah dibandingkan dengan surfaktan dari minyak yang selama ini digunakan oleh negara-negara seperti Amerika, Arab, juga Indonesia.
Menurut Hambali, adanya teknologi surfaktan sawit yang dikembangkan oleh Indonesia menjadi potensi besar bagi negara untuk menjadi penyedia surfaktan sawit terbesar di dunia. "Yang pasti lebih ramah lingkungan, karena surfaktan dari tumbuhan," kata Hambali.
Sementara itu, Ketua KMI Herry Putranto mengatakan pihaknya mendorong semua pihak terutama stakeholder migas untuk menggunakan surfaktan sawit karena dari sisi harga jauh lebih murah dibandingkan dengan surfaktan dari minyak lainnya.
"Selama ini bahan baku EOR itu diimpor dari Amerika. Indonesia memiliki EOR bahan baku surfaktan sawit yang teruji berpotensi meningkatkan produksi minyak dua kali lipat," kata Herry.