Bisnis.com, JAKARTA — Wood Mackenzie menilai bahwa konstruksi kilang minyak yang relatif sederhana membutuhkan waktu 2—3 tahun, sedangkan kilang dengan kompleksitas tinggi bisa memakan waktu sekitar 4—9 tahun.
Sushant Gupta, Direktur Wood Mackenzie, lembaga riset dan konsultan energi, menjelaskan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk konstruksi kilang baru akan tergantung pada kapasitas dan perusahaan yang menjadi mitra.
“Konstruksi kilang minyak yang sederhana dapat diselesaikan selama 2—3 tahun. Namun, pembangunan kilang minyak yang cukup kompleks butuh waktu sekitar 4—9 tahun,” katanya kepada Bisnis, Selasa (11/12/2018).
Menurutnya, penundaan proyek kilang minyak bukan menjadi hal yang luar biasa di Indonesia. Bahkan, katanya, sering terjadi perubahan investor atau perusahaan yang akan menjadi mitra dalam usaha patungan yang dibentuk PT Pertamina (Persero).
“Namun, kami melihat bahwa proyek revitalisasi Kilang Balikpapan sebagai 'kepastian'. Oleh karena itu, sangat mungkin terjadi [terealisasi revitalisasi Kilang Balikpapan],” katanya.
Pertamina telah menunjuk konsorsium SK Engineering & Construction Co. Ltd., Hyundai Engineering Co. Ltd., PT Rekayasa Industri, dan PT PP (Persero) Tbk. sebagai pemenang tender perekayasa desain, pengadaan, dan konstruksi Kilang Balikpapan senilai US$4 miliar atau sekitar Rp57,8 triliun.
Pertamina menargetkan penyelesaian revitalisasi Kilang Balikpapan sekitar 53 bulan atau 4 tahun 5 bulan, yaitu rampung pada 2023.
Direktur Utama PT Rekayasa Industri (Rekind) Yanuar Budinorman mengatakan, pihaknya akan memberikan yang terbaik atas kepercayaan Pertamina menunjuk perusahaan untuk merevitalisasi kilang Pertamina. “Kami senang bisa ikut ambil bagian dari program pemerintah dalam mewujudkan ketahanan energi,” ujarnya.
Proyek Kilang Balikpapan akan difokuskan pada pengolahan residu (produk dengan nilai rendah) menjadi bahan bakar minyak berkualitas tinggi. Selain itu, kualitas pengolahan Solar akan ditingkatkan dengan mengurangi kandungan sulfur sehingga lebih ramah lingkungan.
Perusahaan juga pernah terlibat dalam pengembangan kilang di Indonesia. Rekind juga ikut dalam pembangunan fasilitas pemrosesan minyak tanpa timbal pertama di Indonesia melalui Proyek Balongan Blue Sky di Kilang Balongan, Jawa Barat.
Pada 2008, Rekind juga mengerjakan proyek residue catalytic cracking offgas to propylene project (ROPP) milik Pertamina untuk Kilang Balongan. Melalui proyek yang dikenal dengan pemanfaatan gas buang tersebut, gas buang yang tidak terpakai dari kilang minyak dapat diubah menjadi propilena (bahan baku plastik) yang bernilai tinggi.