Bisnis.com, JAKARTA – Perairan Indonesia dinilai masih rentan dalam hal pencemaran termasuk pencemaran tumpahan minyak. Kasus tumpahan minyak banyak terjadi di wilayah perairan, terutama pelabuhan laut maupun di sekitar areal eksplorasi tambang minyak.
Apalagi Indonesia merupakan jalur pelayaran yang dikenal dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) seperti Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan lain-lain, di mana sering dilalui kapal tanker maupun kapal barang, sehingga kalau terjadi musibah seperti tabrakan kapal berpotensi menimbulkan tumpahan minyak.
Kondisi itu mengharuskan pemerintah Indonesia harus selalu siap mengantisipasi maupun mencari solusi dalam penanggulangan tumpahan minyak secara cepat. Di Indonesia sendiri terdapat aktivitas eksplorasi minyak dan gas bumi. Banyak perusahaan migas, puluhan, bahkan ratusan perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi migas.
Belum lagi kegiatan pengolahan dan transportasi maupun distribusi migas di mana di setiap tahapan ada potensi besar kemungkinan terjadinya kasus tumpahan minyak dan gas. Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan pelabuhan juga diwajibkan mempunyai Peralatan pananggulangan tumpahan minyak, menurut Peraturan Menteri Perhubungan no 58.
Hal tersebut terungkap dalam Simposium Internasional Lingkungan Kelautan mengangkat tema besar "Mendukung Kelestarian Laut Indonesia, Menjunjung Martabat Bangsa" yang dilaksanakan pada tanggal 28 November 2018 di Jakarta.
Peserta simposium ini berasal dari banyak kalangan akademisi, praktisi, pejabat pemerintah, penggiat lingkungan serta perwakilan dari 15 negara. Simposium ini terselenggara berkat kerja sama Universitas Negeri Balikpapan dan PT Slickbar Indonesia. PT. Slickbar Indonesia sendiri merupakan perusahaan yang memproduksi peralatan penanggulangan tumpahan minyak.
Ketua Panitia Simposium, Dr. Bayu Satya B.Sc mengatakan kejadian tumpahan minyak di Teluk Balikpapan menjadi studi kasus yang menarik dibahas dalam sebuah simposium edukatif sebagai sarana pembelajaran anak bangsa di masa depan.