Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaksanaan Belt and Road Initiative China melalui skema investasi terhadap sejumlah proyek infrastruktur di Indonesia dinilai dapat membantu proyek pembangunan infrastruktur nasional.
Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri memaparkan salah satu kendala pembangunan Indonesia terletak dari segi pembiayaan, sehingga bergabung dalam skema kerja sama Belt and Road Initiative (BRI) dapat menjadi jalan keluar permasalahan tersebut.
"Rencana pembangunan infrastruktur selama periode 2015-2019 membutuhkan dana kurang lebih Rp5.400 triliun. Namun, pemerintah hanya mengalokasikan pembiayaan 25% dari APBN," tuturnya dalam "Seminar 5 Tahun Kerja Sama Strategis dan Komprehensif Indonesia-China" di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Sisa pembiayaan tersebut, lanjut Yose, diharapkan dapat dibiayai melalui dana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan skema investasi asing. Pada spektrum inilah kehadiran BRI diperlukan.
Sejauh ini, investor China telah menunjukkan minat investasi terhadap sejumlah proyek, di antaranya proyek 3 North+ Economic Development Corridors yang mencakup wilayah Sumatra Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali. Terdapat sejumlah proyek pembangunan ekonomi di kawasan tersebut yang mencakup kawasan industri, pembangunan infrastruktur pelabuhan, dan industri pariwisata.
Meski dilihat sebagai pemecah masalah pendanaan proyek infrastruktur nasional, kekhawatiran atas inisiatif kerja sama ini tetap muncul di level dalam negeri.
"Di dalam negeri masih terdapat perbedaan perspektif dalam melihat BRI. Level nasional melihat BRI adalah peluang untuk mempercepat pembangunan infrastuktur. Namun, di level lokal, pengetahuan akan kerja sama ini masih rendah," jelasnya.
Melalui kunjungan langsung ke salah satu lokasi 3 North+ Economic Development Corridors, CSIS mendapati secara umum masyarakat memiliki pengetahuan yang minim soal kerja sama dalam skema BRI, termasuk di tingkat pejabat pemerintah setempat. Sebagian masyarakat menyambut baik investasi dalam hal pembangunan, tapi masih terdapat kekhawatiran, misalnya terkait akuisisi lahan.
Menanggapi hal tersebut, CSIS memberi masukan bagi Indonesia dan China untuk lebih transparan dalam implementasi kerja sama. Selain itu, intensifikasi komunikasi bagi masyarakat umum perlu ditingkatkan dan dapat dilakukan melalui relasi people to people dari kedua pihak.