Bisnis.com, JAKARTA - Uni Eropa semakin dekat untuk merampungkan aturan yang dapat menghalangi masuknya investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) ke kawasan Benua Biru.
Adapun aturan tersebut merupakan yang pertama kali dibuat oleh Uni Eropa seiring dengan melonjaknya arus FDI yang datang dari China.
Terbaru, Anggota Parlemen Eropa dari Perancis Franck Proust menyampaikan bahwa para perwakilan dari pemerintahan UE yang merundingkan proposal penyaringan FDI dan Parlemen Eropa kemungkinan akan menyetujui terciptanya aturan untuk membatasi laju FDI memasuki Eropa.
“Semua pihak memiliki niat yang sama untuk melangkah ke arah yang sama. Saya tetap positif,” kata Proust yang juga kepala negosiator untuk Parlemen UE di Strasbourg, Perancis, seperti dikutip Bloomberg, Minggu (18/11/2018).
Proust memaparkan, kedua belah pihak telah menyelesaikan hampir 95% dari bagian isi dan tujuan proposal tersebut selama pertemuan di Brussels, Belgia.
Adapun pertemuan tersebut diadakan untuk menjembatani beberapa perbedaan yang masih muncul dalam beberapa bagian, termasuk mengenai seberapa jauh anggota UE dapat menekan kekhawatiran yang muncul akibat melonjaknya FDI.
Kemajuan tersebut juga membuktikan bahwa perhatian UE terhadap bisnis terus berjalan meskipun dibayangi oleh drama Brexit.
Adapun kekhawatiran mengenai risiko keamanan nasional yang dibawa oleh investasi asing memang mulai meningkat di bagian barat dunia, khususnya yang datang dari China.
Bahkan pada tahun lalu, Presiden AS Donald Trump sempat menghalangi investor dari China yang ingin membeli Lattice Semiconductor Corp. dengan alasan mengancam keamanan nasional AS.
Hal berbeda justru terjadi di Eropa, ketika Jerman menghalangi pembelian Kuka AG oleh Midea Group Co. dari China, hal itu justru memunculkan protes.
Kendati demikian, Pemerintahan Jerman terus berusaha dan kembali menghambat penawaran China untuk pertama kalinya dengan mem-veto potensi pembelian manufaktur perangkat mesin Leifeld Metan Spinning AG.
“Kami ingin mengganti waktu-waktu yang terbuang. Seluruh kekuatan dunia lainnya memiiki sistem penyaringan investasi sendiri. Hanya Eropa yang tidak memiliki perangkat seperti itu,” imbuh Proust.
Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg, selama sedekade terakhir, perusahaan milik negara (BUMN) maupun perusahaan swasta dari China telah mengalirkan investasi lebih dari US$300 miliar di Eropa, atau lebih banyak daripada yang diberikan kepada AS dalam periode yang sama.
Pembelian yang dilakukan China yang beragam, mulai dari manufaktur otomotif hingga klub sepak bola serta dari pelabuhan hingga produksi robot, membuat alarm berbunyi di Berlin dan Paris mengenai keroyalan China tersebut.
Oleh karena itu, Komisi Eropa selaku lengan regulator UE mengajukan proposal pada September tahun lalu, supaya dibentuk “mekanisme kerjasama” kawasan dalam mengatur aliran FDI, yaitu lewat kombinasi pengumpulan data, pertukaran informasi, dan saran kelompok (peer pressure).
Walaupun Eropa memiliki kerjasama yang mengatur moneter, kompetisi, dan kebijakan perdagangan, beberapa negara anggota lain sejatinya masih memiliki “rasa iri” atas satu sama lain terhadap area-area seperti investasi dan keamanan.
Namun demikian, Komisi Eropa menegaskan bahwa tujuan dari bingkai kerja penyaringan investasi yang diajukan tersebut adalah untuk membatasi ancaman asing terhadap sektor yang penting bagi kawasan Benua Biru, yaitu infrastruktur—seperti sektor energi, transportasi, komunikasi, data, dan industri keuangan—dan teknologi—seperti semikonduktor, robotik, dan artificial intelligence (AI).
Selain itu, para perunding dari Pemerintahan Eropa dan Parlemen Eropa juga menyetujui pembatasan investasi untuk beberapa area lainnya, seperti sektor perairan, kesehatan, pertahanan, media, bioteknologi, dan keamanan makanan (food security).
Adapun jika proposal tersebut dijadikan hukum, pemerintah-pemerintah UE dapat meminta informasi dan menawarkan komentar terkait masuknya FDI di negara-negara tertentu. Begitu pula Komisi Eropa juga dapat meminta informasi dan memasukkan pendapatnya.
Sementara, negara yang akan menerima invetasi harus memberikan “terima kasih”-nya untuk segala komentar dan pendapat yang diterima. Selain itu, negara tersebut juga harus mempertimbangkan komentar dan pendapat yang diterimanya untuk mengizinkan sejumlah investasi yang masuk ke negaranya.