Bisnis.com, JAKARTA – Konferensi investor ganja yang digelar di Hong Kong pekan ini dimulai dengan beberapa peringatan keras mengenai sanksi menghisap ganja di kota tersebut. Namun, beda urusannya jika berbicara tentang bisnis.
Digelar pada Kamis (1/11/2018), Hong Kong Cannabis Investor Symposium diikuti para eksekutif dari sejumlah perusahaan ganja ternama di dunia bersama dengan lebih dari 200 peserta untuk membahas miskonsepsi tentang tanaman ini berikut peluang investasinya.
Daun ganja memang sedang naik daun. Bayangkan saja, saham-saham perusahaan ganja telah melambung 73% dalam 12 bulan terakhir, melampaui Bitcoin, emas dan indeks saham utama di mana pun.
Terlepas dari larangan yang berlaku di Hong Kong, banyak peserta forum justru melihat perubahan sikap di Asia terhadap ganja.
“Saat orang-orang melihat legalisasi [ganja] di AS mendapatkan penerimaan, kemungkinan besar tren yang sama akan terjadi di Asia,” kata Jim McCormick, chief operating officer KushCo Holdings Inc., penyedia jasa pengemasan ganja berbasis di California.
“Cepat atau lambat, itu akan terjadi,” yakinnya, seperti dilansir Bloomberg.
Baca Juga
Senada, Sumit Mehta, kepala eksekutif di Mazakali, sebuah platform perbankan dan investasi untuk ganja yang berbasis di San Francisco, mengatakan legalisasi di negara-negara bagian di seluruh Amerika akan memicu perubahan di Asia.
Beberapa pengusaha ganja mengatakan mereka sudah melakukan pelarian ke China, dengan merebut peluang dalam ganja medis yang dibudidayakan di negara tersebut di bawah kendali pemerintah.
CannAcubed, sebuah perusahaan ganja dengan kantor utama di Singapura (di mana jual beli narkoba dapat berakibat hukuman mati), bekerja sama dengan dana kesehatan milik negara China untuk membangun taman ganja industri di provinsi Yunnan, dengan lahan seluas 100.000 hektar, menurut kepala eksekutif perusahaan, Glenn Davies.
Sementara itu, Dooma Wendschuh, chief executive officer di Province Brands, sebuah perusahaan pengembangan bir dengan kandungan ganja, berharap investor di kawasan Asia untuk membeli setidaknya sepertiga dari 40% saham dalam kesepakatan senilai US$23.000.000 untuk membawa perusahaan ini go public, yang direncanakan terealisasi tahun ini.
“Satu investor dari Hong Kong dan beberapa lainnya dari Jepang sudah berkomitmen,” ungkap Wendschuh.
Peter Bi, manajer sebuah dana investasi milik China, adalah salah satu investor China yang disebut tertarik pada forum ini karena reli saham ganja yang gila-gilaan. Bi mengatakan sedang meneliti sejumlah produsen ganja industri asal Barat yang berekspansi ke China.
“Pembudidayaan ganja untuk penggunaan industri dan medis akan meningkat di China,” kata Bi. “Perusahaan-perusahaan asing dengan teknologi canggih untuk pemrosesan dapat memberikan manfaat.”