Bisnis.com, JAKARTA—Bank Sentral Jepang (BOJ) mempertahankan kebijakan moneter dan mengonfirmasi pembaruan perkiraan inflasi.
Pada rapat kebijakan moneter yang berakhir pada Rabu (31/10), BOJ tidak mengubah tingkat suku bunga di level -0,1% dan yield obligasi pemerintah akan dibiarkan bergerak di sekitar 0%. Hal itu sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Sementara itu, perkiraan untuk inflasi diperbarui menjadi akan tetap di bawah target bank sentral sebesar 2% setidaknya hingga awal 2021.
Hal itu pun membuat BOJ tertinggal dari bank sentral AS (Federal Reserve) dan bank sentral Eropa (ECB) dalam menormalisasi kebijakan setelah masa stimulus longgar. Adapun, The Fed telah berada dalam jalur kenaikan suku bunga dan ECB tengah bersiap menghentikan program pembelian asetnya.
Dengan jalan yang masih panjang bagi BOJ ditambah perangkat moneter yang tersisa semakin berkurang, fokusnya kini telah berganti mengenai keberlanjutan kebijakan dan risiko kebijakan moneter yang diambil BOJ terhadap perekonomian, khususnya dengan perang dagang antara AS dan China yang semakin panas dan efek samping stimulus longgar di dalam negeri semakin meningkat.
“BOJ berada di posisi yang sangat berat. Mereka [BOJ] harus menurunkan perkiraan inflasi untuk memperlihatkan bahwa mereka masih jauh dari target. Di saat yang sama, mereka mengakui risiko terhadap perekonomian akibat keberlanjutan perang dagang, perlambatan China, dan pelemahan di negara berkembang,” kata Hiromichi Shirakawa, Chief Japan Economist di Credit Suisse Group, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (31/10).
BOJ juga menyampaikan bahwa risiko dari tahun fiskal yang berakhir pada Maret telah mengarah ke sisi negatif (downside) dibandingkan dengan perkiraan ‘seimbang’ sebelumnya. Penilaian serupa juga berlaku untuk tahun fiskal 2020.
Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda menyebutkan bank sentral kini tengah mencermati dampak perang dagang AS—China terhadap perekonomian Jepang dan perekonomian global secara keseluruhan. Akan tetapi, dia menegaskan bahwa dampak apapun untuk inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Jepang masih belum tampak sejauh ini.
“Jika risiko penurunan benar-benar muncul, dan mulai membawa dampak besar bagi outlook ekonomi dan inflasi, menurut saya kita akan menyesuaikan kebijakan moneter nantinya. Tapi sekarang kami belum berada di situasi tersebut,” ujat Kuroda, mengacu kepada opsi penurunan yield dan pembelian obligasi.
Adapun, mengenai efek samping kebijakan ultra longgar di dalam negeri, Kuroda menyampaikan bahwa fungsi pasar obligasi pemerintah telah membaik sejak keputusan BOJ pada Juli, yang akan membiarkan yield bergerak di sekitar 0%.
Namun demikian, Kuroda menyampaikan kendati bank sentral akan tetap mengambil langkah yang diperlukan untuk membantu fungsi pasar, BOJ tidak akan mempertimbangkan untuk mengubah yield untuk obligasi bertenor 10 tahun maupun memperlebar kisaran perdagangan yang diizinkan.