Bisnis.com, JAKARTA - Sektor ekonomi kreatif diproyeksikan mampu menyumbang produk domestik bruto ekonomi Indonesia mencapai Rp1.200 triliun meningkat dari tahun ini yang diperkirakan sekitar Rp1.105 triliun.
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan tahun lalu, sumbang ekonomi kreatif berhasil menyumbang Rp1.009 triliun produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada tahun lalu.
Pada 2016, ekonomi kreatif Indonesia menyumbang Rp922,59 triliun PDB sehingga kontribusi ekonomi terhadap perekonomian nasional sebesar 7,44%.
Selain itu, nilai ekspor ekonomi kreatif Indonesia pada 2016 mencapai US$20 miliar atau sebesar 13,77% dari total ekspor Indonesia pada 2016.
"Sektor ekonomi kreatif di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Tahun lalu pertumbuhan ekonomi kreatif ini sebesar 4,13% dan tak dipungkiri ini karena perkembangan teknologi digital," ujarnya, Rabu (17/10).
Adapun terdapat tiga sub sektor yang menjadi penyumbang pendapatan besar pada sektor ekonomi kreatif Indonesia yakni craft atau kriya sebesar Rp142 triliun, fesyen Rp166 triliun dan kuliner senilai Rp382 triliun.
Baca Juga
Ketiga subsektor ini diperkirakan menjadi subsektor yang memberikan kontribusi besar pada perekonomian di industri kreatif karena relatif lebih resisten pada guncangan ekonomi dunia.
"Ada empat subsektor juga yang berpotensi pada ekonomi dunia yakni film, musik, art dan game animasi," kata Triawan.
Menurutnya, ekonomi kreatif dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Pasalnya, ekonomi krearif ini ringan modal karena dapat dilakukan semua orang karena menyangkut ide dan kreativitas serta berkelanjutan.
"Lapangan kerja ini kreatif mudah dimasuki dan sering menjadi sampingan," ucapnya.
Triawan menambahkan ada dua cara yang harus dilakukan agar ekonomi kreatif mampu menjadi penopang ekonomi Tanah Air, yakni adanya regulasi yang jelas dan iklim sehat agar pelaku industri ini dapat menembus pasar global.
"Kami mengatur regulasi misalnya hak kekayaan intelektual untuk musik. Kami ingin pelaku industri diatur dalam regulasi yang jelas sehingga tercipta pasar yang kompetitif dan pasar menjadi bergairah," tuturnya.
Selain itu, perlu dukungan tidak hanya dalam bantuan bantuan dana tetapi juga menciptakan iklim yang sehat melalui program dan kegiatan yang meningkatkan kemampuan para pelaku industri.
"Pemerintah sebagai regulator harus sensitif dan antisipatif terhadap perkembangan industri ini. Kami akan terus berusaha menciptakan ekosistem yang established, terutama pada subsektor musik, film, dan games. Nanti akan kami jalankan beberapa kebijakan, entah itu big data atau undang-undang," terang Triawan.
Dia berharap Indonesia ke depannya dapat mengandalkan kekayaan sumber daya manusia sehingga tidak lagi bergantung pada sumber daya alam untuk menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.
"Indonesia juga harus bersaing dalam industri ekonomi kreatif dengan negara-negara lain di dunia. Kami punya potensi untuk itu, budaya yang beraneka ragam. Ini harus ditunjukan," ujar Triawan.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif Fajar Hutomo menuturkan saat ini pihaknya tengah mengkaji untuk merealisasikan IT Financing yang tujuannya peningkatan utilitas intelectual property.
"Kami juga tengah buat kebijakan yang memudahkan investor masuk ke sektor ekonomi kreatif. Kami juga buat program food start-up indonesia, sudah tiga tahun dan ada 242 startup dan pendanaan yang telah mengalir Rp25 miliar kepada start-up itu," katanya.
Bekraf juga memiliki Akatara yakni pendanaan film Indonesia dimana tahun 2017 kemarin, terdapat 99 proposal yang mengajukan dan tahun ini meningkat menjadi 300 proposal baik produksi film dan non film.
Selain itu, juga ada film dokumenter yang dinamakan program Docs by The Sea, dimana tahun ini ada 31 project yang dipilih dan memperoleh investasi 38 investor asing dari dunia perfilman dunia.
Fajar menambahkan pada tahun ini juga disalurkan program bantuan insentif pemerintah yang meningkatkan jumlah penerima bantuan hingga dua kali lipat dengan sektor yang bervariasi seperti aplikasi dan game developer, kuliner, fesyen, dan kriya dengan total sekitar Rp6 miliar.
Managing Director Lentera Nusantara Wahyu Agung Pramudita mengatakan Bekraf berperan sebagai akselerator bagi pelaku usaha ekonomi kreatif.
Berbagai program terutama yang bertujuan membangun jejaring di luar negeri diakui membantu para perusahaan rintis (startup) untuk memperluas celah pasar.
"Bekraf itu akselerator kami. Kami pribadi merasa terbantu. Semisal, melalui pameran gim di luar negeri. Di dalam negeri, Bekraf juga memperluas peluang bisnis, sekaligus membantu mengurus infrastruktur bagi startup," ucapnya.
Terpisah, Ketua Badan Perfilman Indonesia Chand Parwez Servia mengatakan perkembangan industri perfilman Indonesia dalam kurun waktu 2 tahun terakhir sangat pesat.
Kondisi pencapaian film Indonesia di tahun lalu, menempatkan Indonesia dalam urutan ke-8 eksistensi pencapaian film lokal dibanding film impor dari Amerika (Hollywood).
"Saat ini persoalan keterbatasan penyebaran bioskop-bioskop di beberapa wilayah Ibukota Provinsi. Banyak Kota dan Kabupaten yang belum memiliki bioskop, dipastikan segera berubah petanya. Semakin banyak film-film Indonesia yang disukai masyarakat penonton, tentunya akan menarik eksibitor untuk mengembangkan jaringan bioskopnya ke wilayah baru yang praktis merupakan captive market film Indonesia," tutur Chand.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memproyeksikan dalam 5 tahun ke depan, kontribusi ekonomi kreatif pada PDB Indonesia bisa mencapai lebih dari 12%. Sumbangan ekonomi kreatif saat ini sekitar 8% untuk PDB, lalu terhadap penyediaan lapangan kerja sebesar 14%, dan terhadap ekspor sebesar 13%.
"Ini Sangat prospektif dan perkembangannya akan semakin pesat sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta ekonomi digital," kata Faisal.