Bisnis.com, JAKARTA- Musim kemarau berkepanjangan pada tahun ini sudah mengakibatkan kekeringan di beberapa wilayah sehingga kondisi ini mengganggu produktivitas hasil tanaman pangan, khususnya padi yang masa tanamnya bisa mencapai tiga kali setahun.
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menyatakan, musim kemarau panjang pada tahun ini sangat mungkin mengancam kedaulatan pangan. Pasalnya, kemarau panjang telah membuat paceklik di banyak tempat di Pulau Jawa. Padahal, Jawa merupakan salah satu pulau utama di Indonesia menyumbang sekitar 60% dari total luas lahan pertanian.
“Ada risiko gagal panen yang lebih besar. Kekeringan itu akan mengakibatkan produksi 1 ton, ini jadi setengahnya,” ujarnya, Rabu.
Berdasarkan data InaRisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare setiap tahun. Kekeringan tersebut sangat mungkin menimpa 28 provinsi di tanah air.
Akademisi dari Fakultas Pertanian UGM Andi Syahid Muttaqin mengatakan, kondisi musim kemarau di Indonesia pada tahun ini memang sangat unik. Bagian utara Khatulistiwa memang tidak mengalami musim kemarau berkepanjangan. Bahkan saat ini sudah memasuki musim hujan.
Namun, daerah selatan Indonesia yang dekat dengan Australia justru mengalami musim kemarau dengan tingkat yang parah dan lama. Hal ini tak terlepas dari fenomena alam berupa Munson India.
“Munson India itu pengaruhnya ke musim kemarau Indonesia. Saya pantau, indeks Munson India itu tahun ini lebih kuat dari normalnya. Normalnya 10 mps, tahun ini mencapai 15 mps, bahkan ada yang sampai 17 mps,” tutur pakar agroklimatologi ini.
Parah dan panjangnya musim kemarau pada 2018 pada akhirnya berimbas ke produksi tanaman pangan, khususnya padi. Kondisi itu mnegakibatkan sumber air mulai berkurang, serta kandungan air dalam tanah.
Dia memperkirakan, musim kemarau panjang karena Munson India ini bisa berakhir pada 10 harian pertama bulan November. Sayangnya, di saat bersamaan, pada waktu yang sama sudah muncul siklus El Nino yang mengurangi intensitas curah hujan, dibandingkan dengan musim-musim hujan yang lalu.
“Hujannya akan lebih tipis. Ada El Nino yang kira-kira terjadi November sampai Maret 2019,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah bisa mengantisipasi kondisi itu karena rentetan musim kemarau yang dilanjutkan El Nino, pertanian pangan bisa makin terdampak. Periode November hingga Maret biasanya merupakan masa tanam hingga panen raya pertama untuk padi.