Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Logistik Indonesia menilai Paket Kebijakan Ekonomi XV sektor logistik dinilai belum sepenuhnya terlaksana dengan baik di lapangan.
Pemerintah melalui Kementerian Bidang Perekonomian mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XV pada 15 Juni 2017 guna mempercepat pengembangan usaha dan memperkuat daya saing penyedia jasa logistik nasional.
Adapun, poin-poin dari paket kebijakan tersebut antara lain pertama, pemberian kesempatan meningkatkan peran dan skala usaha. Kedua, kemudahan berusaha dan pengurangan beban biaya bagi usaha penyedia jasa logistik nasional. Ketiga, penguatan kelembagaan dan kewenangan Indonesia National Single Window (INSW). Keempat, penyederhanaan tata niaga ekspor dan impor.
Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengatakan semua poin-poin yang tertera dalam paket kebijakan tersebut dinilai belum berjalan dengan baik padahal banyak peraturan lain seperti peraturan pemerintah atau peraturan menteri yang mendukung paket deregulasi.
Dia menyatakan dari paket ke-XV ada dua poin paling penting yang perlu diimplementasikan dengan sungguh yaitu penurunan sampai penghapusan biaya Regulated Agent (RA) yang sangat membebani kargo udara mengingat masuk ke dalam pokok pengurangan biaya bagi usaha penyedia jasa logistik nasional.
Menurutnya, masalah keamanan kargo udara perlu dikembalikan kepada operator bandara seperti Angkasa Pura dan bukan oleh pihak lain dengan biaya yang sudah termasuk ke dalam biaya surat muatan udara (SMU). "Pengaturan biaya RA [Regulated Agent] sangat tidak sehat dan sudah menjadi kartel," katanya kepada Bisnis, Minggu (7/10/2018).
Selain itu, Zaldy meyoroti hal lain yaitu terkait manifest domestik yang sudah diamanatkan dalam paket deregulasi. Dia mengatakan manifes domestik dinilai sangat penting untuk ketahanan pangan guna mengetahui kondisi stok nasional. Dalam hal ini, dia menilai Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perdagangan belum fokus terhadap masalah tersebut.