Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspadai Musim Kemarau Panjang di Sejumlah Daerah

Kondisi musim kemarau masih dalam kategori normal tetapi bencana kekeringan melanda beberapa tempat di wilayah Indonesia.
Warga mengambil air dari sumur sawah di Dusun Ngasem, Monggot, Gundih, Grobogan, Jawa Tengah, Senin (3/9/2018)./ANTARA-Yusuf Nugroho
Warga mengambil air dari sumur sawah di Dusun Ngasem, Monggot, Gundih, Grobogan, Jawa Tengah, Senin (3/9/2018)./ANTARA-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi musim kemarau masih dalam kategori normal tetapi bencana kekeringan melanda beberapa tempat di wilayah Indonesia.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, di Jawa dan Nusa Tenggara kemarau mengakibatkan pasokan air berkurang, debit sungai menurun, tinggi muka air di danau dan waduk menyusut. Sumur kering sehingga masyarakat kekurangan air.

Sutopo menyebut kekeringan telah melanda 11 provinsi yang terdapat di 111 kabupaten/kota, 888 kecamatan, dan 4.053 desa yang notabene di antaranya daerah sentra beras dan jagung, seperti Jatim, Jateng, Jabar, Sulsel, NTB, Banten, dan Lampung.

Berdasarkan studi Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), sebanyak 39,6% dari 14 kabupaten yang merupakan sentra padi mengalami penurunan produksi pada kemarau panjang ini. Penurunannya  mencapai 39,3%.

Turunnya produksi pada musim kemarau sejatinya bukan hanya terjadi pada tahun ini. Setidaknya berdasarkan pengamatan AB2TI selama delapan tahun terakhir, memang selalu terjadi penurunan produksi padi tiap kali musim kemarau menerjang.

 “Kalau basah biasanya produksi padi meningkat. Kalau kering, biasanya produksi padi menurun,” kata Ketua AB2TI Dwi Andreas.

 Jika kemarau panjang yang diperkirakan BMKG benar, Andreas menyatakan, musim tanam padi pun akan mundur dibandingkan dengan waktu normal. Biasanya siklus tanam di musim hujan dimulai pada Oktober hingga Desember. 

Namun, dengan kondisi kemarau tahun ini, dimulainya musim tanam bisa mundur sebulan menjadi November. Ini tentunya akan membuat panen padi menjadi terlambat dibandingkan dengan waktu normal.

Adapun data BNPB menyebutkan bahwa kekeringan telah memberikan dampak bagi 4,87 juta jiwa. Masyarakat mengalami kekurangan air bersih sehingga harus mencari air ke sumber-sumber air di tempat lain. Sebagian juga harus membeli air bersih dan menggantungkan pada bantuan air bersih.

Sebagian besar kekeringan melanda wilayah Jawa dan Nusa Tenggara. Beberapa daerah yang mengalami kekeringan cukup luas itu adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Lampung.

Adapun di Provinsi Jawa Barat, kekeringan terjadi di 22 kabupaten/kota yang meliputi 165 kecamatan, 761 desa, dan berdampak pada 1,13 juta penduduk mengalami kekurangan air bersih. Di Jawa Tengah, sebanyak 854.000 jiwa penduduk terdampak kekeringan yang terdapat di 28 kabupaten/kota, 208 kecamatan dan 1.416 desa.

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebanyak 1,23 juta jiwa penduduk terdampak kekeringan yang berada di 9 kabupaten/kota, 74 kecamatan, dan 346 desa. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kekeringan berdampak pada sekitar 866 ribu penduduk yang tersebar di 22 kabupaten/kota, 254 kecamatan dan 896 desa. Di Yogyakarta, kekeringan terdapat di tiga kabupaten/kota, 21 kecamatan, dan 25 desa yang mengakibatkan sekitar 132.000 penduduk terdampak.

 “Daerah yang mengalami kekeringan saat ini adalah daerah-daerah yang hampir setiap tahun terjadi kekeringan. Masih ada beberapa daerah lagi sedang diproses pendataan kekeringan.” katanya.

Menurut Sutopo, banyak lahan pertanian mengalami puso atau rusak. Walaupun hal ini tidak berdampak secara signifikan, namun kasus ini harus juga menjadi sorotan. Sebab jika pertanian mengalami puso, tentu hal ini sangat berpengaruh dengan keadaan ekonomi masyarakat setempat

Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Guswanto menambahkan, musim kemarau tahun ini mempengaruhi sektor pertanian, khususnya di sentra penghasil beras yang mengandalkan sawah tadah hujan.

 Hingga kini, sekitar 60% sampai 70% wilayah di Indonesia masih mengalami musim kemarau. Selama kurun waktu 3 tahun, yakni 2015-2018 pada September merupakan puncak musim kemarau. Pada 2015 merupakan kemarau yang sangat kering, dan pada tahun ini lebih kering dibandingkan dengan musim 2017-2018.

Menurutnya, berdasarkan monitoring yang dilakukan BMKG saat ini, beberapa daerah di Indonesia yang masih mengalami kemarau antara lain, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Bali, Jawa, Sumatea Selatan, serta Jawa Tengah. BMKG memprediksi bahwa musim kemarau masih akan melanda sebagian wilayah Indonesia hingga Oktober ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper