Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan mengarahkan pengiriman barang dari berbagai daerah di kawasan Sumatra untuk alih kapal di Pelabuhan Kuala Tanjung yang diproyeksikan menjadi hub internasional di Indonesia bagian barat.
Asisten Deputi Bidang Jasa Kemaritiman Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Okto Irianto menilai pelabuhan yang terletak Kabupaten Batubara, Sumatra Utara, itu bakal menjadi pintu gerbang bagi arus perdagangan Swarnadwipa ke pasar internasional dengan komoditas andalannya minyak kelapa sawit (CPO) dan karet.
“Untuk merealisasikannya, pemerintah akan menerbitkan regulasi yang mewajibkan pengiriman barang untuk alih kapal melalui Kuala Tanjung,” katanya, Kamis (20/9/2018).
Okto menjelaskan dua fungsi Pelabuhan Kuala Tanjung, yakni sebagai transshipment port (pelabuhan alih muatan kapal) dan pelabuhan penopang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Menurut dia, dua fungsi itu akan menimbulkan efek bola salju yang besar mengingat kawasan industri dan pelabuhan saling terkait erat.
Kemenko Maritim bahkan memproyeksikan Kuala Tanjung akan menjadi pelabuhan terbesar di wilayah barat Indonesia pada 2023. Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan tiga pelabuhan hub sebagai pelabuhan utama di Tanah Air, mencakup Pelabuhan Kuala Tanjung, Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, dan Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara.
Untuk mencapai itu, kata Okto, Kuala Tanjung harus menjadi pelabuhan andal yang memilki kapasitas terpasang, produktif, dokumentasi yang efektif, memiliki data dan sistem informasi, water entrance-inland transport, dan institusi pendukung lainnya.
Okto menilai Pelabuhan Kuala Tanjung lebih strategis dibandingkan dengan Singapura dan karena lebih dekat dengan India dan Eropa dibandingkan dengan Singapura atau pun Tanjung Pelepas di Malaysia. Kuala Tanjung dapat menangkap peluang dari sekitar 50.000 kapal 'pedagang besar' atau 50% armada kapal dunia yang melewati Selat Malaka setiap tahun.
Bahkan jika Thailand benar-benar membuka Terusan Tanah Genting Kra pada 2025, Kuala Tanjung diharapkan sudah mampu menerima limpahan kapal peti kemas raksasa dari Pelabuhan Tanjung Pelepas, Port Klang, dan Pelabuhan Singapura.
Sementara itu, menurut Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Maritim Agung Kuswandono, volume arus peti kemas di Kuala Tanjung ditargetkan 12,4 juta TEUs pada 2039. Permintaan akan berasal dari KEK Sei Mangkei hingga Jambi serta tambahan dari empat pelabuhan kompetitornya, yakni Port of Singapore, Port Tanjung Pelepas, Port Klang, dan Pelabuhan Penang.
“Dengan pengembangan menjadi hub internasional, diharapkan Indonesia menikmati demand yang selama ini dinikmati oleh Singapura dan Malaysia,” ujarnya.
Pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung dimulai 2015 dengan investasi Rp34 triliun yang dibagi menjadi empat tahap.
Pembangunan tahap I berupa trestle sepanjang 2,75 km, dermaga 1.000 m, dan kedalaman 16-17 meter low water spring (LWS) yang mampu disandari mother vessel, lapangan penumpukan peti kemas berkapasitas 500.000 TEUs, dan tangki timbun. Tahap I dijadwalkan beroperasi tahun ini.
Tahap kedua berupa kawasan industri seluas 3.000 hektare yang akan menjadikan Kuala Tanjung sebagai international hub port.
Selanjutnya, tahap ketiga berupa pengembangan dedicated/hub port (2017-2019).
Terakhir, tahap keempat merupakan pengembangan kawasan industri terintegrasi (2021-2023).
Sementara itu, Kementerian Perhubungan belum menerbitkan izin operasi Pelabuhan Kuala Tanjung.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Kepelabuhanan M. Tohir, Kuala Tanjung masih dievaluasi oleh penyelenggara pelabuhan, dalam hal ini Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kuala Tanjung.