Bisnis.com, JAKARTA - Pembiayaan pada tahun 2019, Pemerintah masih akan andalkan strategi 'front loading'.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, pemerintah masih akan memanfaatkan strategi ‘front loading’ dalam pembiayaan menggunakan Surat Berharga Negara (SBN) pada tahun 2019.
"Sepanjang market masih volatile, sepanjang kita menghadapi uncertainty, strategi terbaik kita melakukan front loading. Kita akan selalu mengawasi mencermati apa yang terjadi di market semester II-2018 bisa dilihat masih sangat volatile , 2019 sangat mungkin berlanjut, maka mungkin kita lakukan front loading tadi," jelasnya di Bursa Efek Indonesia, Senin (20/8/2018).
Menurut Luky, dengan melakukan front loading ini pemerintah dapat mengantisipasi ketidakpastian di akhir tahun akan imbal hasil yang tinggi.
"Itu salah satu keuntungan front loading," ungkapnya.
‘Front loading’ merupakan istilah yang digunakan untuk strategi penerbitan SBN di awal tahun dengan jumlah yang cukup banyak. Dengan demikian, penerbitan utang sampai dengan akhir tahun menjadi lebih sedikit.
Selain itu, strategi yang akan dilakukan pemerintah secara umum dalam pembiayaan adalah meningkatkan efisiensi biaya utang, pengelolaan utang secara aktif melalui ALM, mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pasar obligasi domestik (financial deepening), mengelola pinjaman luar negeri secara selektif, dan mengoptimalkan fasilitas pinjaman tunai.
Sementara, untuk strategi secara detail, Luky masih enggan membeberkannya, karena strategi tersebut masih harus melalui DPR dalam konteks pembahasan RAPBN 2019.
"Nanti kalau strateginya yang 2019 akan kami sampaikan bulan Desember. Semuanya nanti, berapa growth issues nya, komposisi dari rupiah non rupiah, yang sukuk dan yang konvensional itu nanti kita lihat," ujarnya.
Arah kebijakan pembiayaan utang pun akan menggunakan empat prinsip. Pertama, kehati-hatian, yakni dengan menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas yang dan diupayakan menurun secara bertahap dalam jangka menengah.
Kedua, mendorong efisiensi biaya utang di tingkat risiko yang terkendali dan mendukung kesinambungan fiskal.
Ketiga, mendorong pemanfaatan utang pada kegiatan produktif yang mendukung pencapaian target pembangunan, antara lain melalui pembiayaan investasi dalam rangka mengakselerasi pembangunan infrastruktur.
Keempat, menjaga komposisi utang dalam batas terkendali untuk pengendalian risiko sekaligus menjaga keseimbangan makro ekonomi.
Dikatakan, bahwa arah kebijakannya akan menyesuaikan dengan defisit APBN yang berkurang. Artinya, pembiayaan melalui utang juga akan terus berkurang.
"Kan kita defisitnya sudah berkurang, tahun ini 2,19%, outlooknya 2,12%. Tahun depan kita defisitnya 1,84%, maka salah satu konsekuensinya kenaikan utang pun akan berkurang," jelas Luky.
Pemerintah menargetkan pembiayaan utang pada 2019 mencapai Rp359,3 triliun. Nilai tersebut turun 7,2% dibandingkan target pembiayaan utang 2018 sebesar Rp387,4 triliun.
Berdasarkan postur RAPBN 2019, pemerintah akan melakukan pembiayaan utang dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) Rp386,2 triliun dan penarikan pinjaman Rp26,9 triliun.