Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) mendesak penyediaan jalur tambahan untuk keluar masuk truk pengangkut kendaraan dan alat berat dari dan ke terminal khusus kendaraan yang dikelola IPC Car Terminal (IPCC) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Ketua ALFI DKI Jakarta Widijanto mengatakan truk pengangkut kendaraan yang hendak masuk ke car terminal dari Cakung Cilincing selama ini harus berputar di depan kantor Bogasari sehingga sering menyebabkan kemacetan, karena akses selanjutnya juga hanya satu lajur.
"Mestinya ada akses tambahan dan tersendiri untuk kegiatan di fasilitas car terminal agar tidak memperparah tingkat kemacetan Priok pada jam-jam sibuk layanan distribusi logistik," ujarnya kepada Bisnis pada Senin (13/8/2018).
Dia mengemukakan IPC Car Terminal selaku pengelola dan operator terminal khusus mobil di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu semestinya sudah memikirkan untuk menyiapkan akses terminalnya yang lebih efisien dari saat ini, seperti yang sudah disiapkan oleh Jakarta International Container Terminal (JICT) dan TPK Koja.
"Joint gate JICT dan TPK Koja sudah terkoneksi langsung dengan akses tol pelabuhan yang terhubung dengan Jakarta Outer Ring Road (JORR). Idealnya, fasilitas car terminal yang juga mendominasi bongkar muat layanan internasional punya pula akses sendiri seperti itu agar tidak menambah krodit kemacetan Priok, tidak bercampur dengan jalan arteri seperti sekarang," paparnya.
Widijanto menambahkan kemacetan di Priok pada jam sibuk sudah sering dikeluhkan pengguna jasa pelabuhan lantaran memicu biaya logistik pemilik barang dan menimbulkan ketidakefisienan.
"Kami harapkan IPC Car Terminal Priok juga melakukan pembenahan dengan menyiapkan akses khusus untuk efisiensin layanannya," paparnya.
IPCC merupakan anak usaha PT Pelabuhan Indonesia II atau Indonesia Port Corporation (IPC). IPCC memberikan jasa pelayanan terminal kendaraan. Jasa pelayanan meliputi stevedoring, cargodoring, receiving, dan delivery.
Selain itu, IPCC melayani pelayanan jasa lainnya, yaitu vehicle processing center (VPC), equipment processing center (EPC), port stock, dan transhipment roro services.
IPCC tidak hanya menyediakan jasa terminal untuk mobil, tapi juga untuk alat berat, truk, bus, dan suku cadang.
Berdasarkan catatan Bisnis, IPCC memiliki beberapa keunggulan, di antaranya satu-satunya perusahaan pengelola terminal komersial yang memberikan jasa pelayanan terminal kendaraan di negara terpadat keempat di dunia, memiliki 100% captive market untuk ekspor-impor kendaraan, dan margin bisnis menarik.
IPCC juga mengelola lahan seluas 31 hektare dengan kapasitas 700.000 unit kendaraan per tahun. IPCC menargetkan pada 2022 mengelola lahan seluas 89,5 hektare dengan kapasitas 2,1 juta kendaraan. Dengan demikian, IPCC diproyeksikan menjadi pengelola terminal mobil terbesar kelima di dunia.
Dari segi kinerja keuangan IPCC juga menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada 2017, misalnya, IPCC membukukan pendapatan Rp422,1 miliar, naik 34,3% dibandingkan dengan 2016 Rp314,3 miliar.
Pada periode yang sama, EBITDA IPCC bertambah 31,5% menjadi Rp175,4 miliar dari Rp133,4 miliar. Laba kotor naik 26,8% menjadi Rp208,6 miliar dari Rp164,5 miliar, dan laba bersih tumbuh 32,2% dari Rp98,4 miliar menjadi Rp130,1 miliar pada 2017.
Sementara total aset IPCC per Desember 2017 mencapai Rp. 336,3 miliar, naik 26,95% dibandingkan 2016 sebesar Rp264,9 miliar. Liabilitas IPCC naik 25% menjadi Rp. 99,2 miliar dari Rp. 79,3 miliar, dan ekuitas tumbuh 27,7% menjadi Rp237 miliar dari Rp. 185,6 miliar dan current ratio sebesar 3,3 kali, naik dari 2,4 kali.
Dalam 3 tahun terakhir rata-rata ROA IPCC mencapai 35,4%, margin EBITDA 40,4%, ROE 50,6%, dan ekuitas terhadap aset rata-rata 69,8%.