Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian meminta Kementerian Keuangan membuka kembali kemungkinan revisi Peraturan Menteri Keuangan No. 146/2017 karena akan mematikan sebagian besar pabrikan tembakau.
Abdul Rochim, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian memperkirakan jika beleid ini dilaksanakan, akan ada penutupan besar-besaran industri pengolahan tembakau.
Adapun, penyederhanaan pengenaan cukai dimulai pada 2019 dan ditargetkan rampung pada 2021 “Kami perkirakan [jumlah industri yang] hanya akan bertahan sekitar 200-an,” kata Rochim, Senin (13/8).
Berdasarkan data Bea Cukai, jumlah perusahaan yang memesan cukai untuk produk tembakau hingga akhir 2017 mencapai 487 perusahaan.
Jumlah ini turun dibandingkan dengan posisi pada 2011 dengan jumlah perusahaan rokok yang memesan cukai mencapai 2.540 perusahaan.
Penurunan ini umumnya terjadi pada perusahaan rokok skala menengah karena harus menanggung beban lebih tinggi. Penyederhanaan akan membuat perusahaan berpindah golongan sehingga mendongkrak biaya cukai.
“Contohnya ada yang produksi 1 miliar sigaret kretek tangan, 2,5 miliar sigaret kretek mesin. Dengan penyederhanaan layer cukai, perusahaan akan dikenakan cukai golongan I untuk produksi di atas 3 miliar. Padahal sebelumnya termasuk golongan II yang cukainya lebih murah,” kata Rochim.
Dia menyebutkan, berdasarkan simulasi yang dilakukan, pada golongan IA akan terjadi kenaikan cukai menjadi Rp710 atau meningkat 20,34%. Adapun, golongan IIA dan IIB akan mengalami kenaikan tarif cukai menjadi 13,51% dan 17,57%.
Kendati demikian, terdapat dampak perhitungan tidak terlihat dari penyederhanaan penggolongan cukai ini. Jika diperhitungkan secara kumulatif, golongan IIA akan terkena dampak cukai menjadi Rp710 atau naik 84,41%.
Sementara itu, golongan IIB yang juga digabung dengan tarif Rp710, kumulatif kenaikan cukainya menjadi 91,89%. “Untuk industri saja, diperkirakan akan ada pengurangan tenaga kerja mencapai 50.000 orang,” katanya.
Andreas Eddy Susetyo, Anggota Komisi IX DPR RI, menyatakan terdapat komplikasi yang rumit akibat penyederhanaan cukai.
Rokok sigaret yang didominasi oleh produksi petani tembakau lokal diperlakukan sama dengan produk impor. Dengan demikina, kemungkinan besar akan terjadi importisasi lebih besar.
“Oleh karena itu, dibutuhkan peta jalan industri tembakau ini. Bagaimana keunggulan lokal produk sigaret terlindungi,” katanya.