Bisnis.com, TAPANULI SELATAN - PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) menjelaskan status dan perkembangan terbaru dari proyek pembangkit listrik tenaga air Batangtoru yang telah dimulai pengerjaaannya sejak Desember 2017.
Penjelasan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat DPRD Sumatera Utara, bersama-sama Dinas Tanaman Pangan & Hortikultura Provinsi Utara, Dinas Kehutanan Provinsi Utara, PT PLN Pembangkitan Sumatera, BPN Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Tapunuli Selatan, BPN, Kabupaten Tapanuli Selatan, Tim Fasilitasi Pembebasan Lahan, PLTA Batangtoru, PT Sinohydro Indonesia, serta masyarakat Dusun Gunung Hasahatan, Desa Aek Batang Paya, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Pada RDP tersebut, Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Kabupaten Tapanuli Selatan menyampaikan bahwa PLTA Batangtoru ini dirancang untuk dibangun di atas lahan Area Penggunaan Lain di Tapanuli Selatan, dengan penggunaan lahan kurang dari 10% dari ijin lokasi seluas 7.000 ha, yakni sekitar 672, yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan pada 2011.
Pembebasan lahan telah didahului proses sosialisasi serta difasilitasi oleh Tim Fasilitasi yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan. Proses sosialisasi mencakup petunjuk yang jelas mengenai proses identifikasi dan proses pelepasan hak. Pada akhir 2017, proses administrasi dan legal dari pembebasan lahan tahap pertama telah selesai dilaksanakan, sehingga persiapan pekerjaan pembangunan PLTA Batang Toru dapat dimulai.
“Seluruh proses hukum yang berkaitan dengan pembelian dan pembayaran lahan tahap pertama telah selesai dilakukan seluruhnya. Perusahaan telah membayar
minimum 4 kali lebih besar dari harga yang tertera pada NJOP,” ujar Syamsir Alam Nasution Kuasa Hukum NSHE dikutip dari siaran persnya pada Sabtu (4/8/2018).
NSHE menyampaikan pihaknya telah menjalankanprosedur penanganan keluhan (Grievance Mechanism) untuk mengantisipasi terjadinya sengketa mengenai tanah. Prosedur penanganan keluhan ini memberikan kesempatan kepada warga untuk melapor, memeriksa dokumen, mengajukan pengecekan di lapangan, serta melakukan analisa masalah untuk mencapai kesepekatan bersama.
Adapun penyelesaian sengketa dilakukan
dengan pemberitahuan status masalah, kemudian melakukan mediasi. Dari hasil yang didapatkan di lapangan, prosedur penanganan keluhan berjalan dengan baik.
Akan tetapi, ada juga warga yang tidak memerlukan layanan penanganan keluhan
tersebut.
“Lahan saya telah dibeli oleh proyek ini. Harga yang diberikan kepada saya, saya
anggap layak. Dan prosesnya pun telah selesai dilakukan. Semua proses dan
pembayaran pun tidak berbelit-belit dan tidak ada pihak ketiga yang terlibat," kata salah seorang warga desa adat yang lahannya telah dibeli oleh NSHE
untuk pembangunan proyek PLTA Batangtoru, Hasbulah Pospos.
Rapat Dengar Pendapat antara lain menyimpulkan sengketa diselesaikan langsung melalui prosedur penanganan keluhan (grievance mechanism), dengan verifikasi data dan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
PLTA Batangboru nantinya akan menyumbang 510 MW bagi target produksi listrik nasional, khususnya Sumatera. Di sisi lain, pemerintah bisa menghemat Rp5,4 triliun per tahun melalui pengurangan
pemakaian bahan bakar fosil yang telah menyebabkan emisi karbon yang tinggi.