Bisnis.com, JAKARTA – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyesalkan proyek utang Bank Dunia kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mendukung program reformasi agraria.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyayangkan keputusan pinjaman dana karena seluruh komponen utang tersebut digunakan bukan hanya untuk reforma agraria.
“Komponen utang tersebut digunakan untuk Program Satu Peta, dikombinasikan dengan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan layanan informasi tanah elektronik,” ujar Dewi dikutip dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (24/7/2018).
Dewi mengatakan pinjaman yang dianggap sebagai proses akselerasi atau percepatan reforma agraria bertentangan dengan semangat reforma agraria, yang sedang dijadikan program prioritas Pemerintah Presiden Joko Widodo.
Menurut KPA, Reforma Agraria adalah penataan struktur agraria akibat ketimpangan penguasaan struktur agraria nasional. Ketimpangan tersebut bercirikan sebagian besar rakyat khususnya petani, buruh tani, masyarakat adat tidak memiliki tanah atau bertanah sempit sedangkan kepemilikan tanah sebagian besar masih dikuasai pengusaha.
“Reforma Agraria atau Agraria Reform dalam khazanah ilmu pengetahuan dan praktik di seluruh dunia bukanlah program pendaftaran tanah, sertifikasi tanah dan pembuatan peta. Apalagi dilakukan secara parsial. Ini tentu klaim yang menyesatkan,” papar Dewi
Baca Juga
Sertifikasi tanah, lanjutnya, tidak termasuk ke dalam reforma agrarian, melainkan pelayanan publik kepada orang yang sudah memiliki tanah namun belum bersertifikat sehingga memakai dana hutang yang kelak harus ditanggung bergenerasi dianggap tidak adil.
Selain membatalkan hutang tersebut, KPA juga mendorong pemerintah untuk segera merealisasikan janji reforma agraria melalui program redistribusi tanah kepada rakyat yang berhak, yang didukung secara utuh dan sistematis dengan program-program dukungan lainnya pasca redistribusi tanah dilakukan, sehingga membuat tanah-tanah tersebut produktif dan menjadi jalan untuk kesejahteraan dan keadilan sosial.
“Reforma Agraria harus lah dipimpin langsung oleh Presiden dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaannya. Hanya dengan kepemimpinan langsung Presiden maka koordinasi lintas Kementerian/Lembaga bisa dilakukan secara efektif,” ungkapnya.
Berdasarkan data Kementerian ATR/ BPN, hingga semester satu/2018 pemerintah telah melakukan redistribusi tanah sebanyak 4.585 masih jauh dari target 2018 yaitu sebanyak 350.000. Pada 2017, Kementerian ATR/ BPN telah melakukan redistribusi tanah sebanyak 23.214.
Sebagai informasi, Kementerian ATR/ BPN menerima pinjaman sebesar $200 juta atau sebesar Rp2,7 triliun oleh Bank Dunia untuk mendukung program reformasi agraria di Indonesia.