Bisnis.com, JAKARTA - Pembangunan kanal Cikarang Bekasi Laut (CBL) dinilai mendesak mengingat akses melalui jalur darat sudah kurang efisien untuk mendistribusikan alur logistik.
Perlu dicatat, transportasi angkutan logistik di Indonesia masih didominasi angkutan jalan raya dengan capaian 90%, sementara kereta api, kapal, angkutan sungai dan angkutan udara hanya mengambil porsi 10%.
Kepala Badan Litbang Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan kendati Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pusat distribusi logistik sudah dikembangkan sedemkian rupa, namun apabila jalur daratnya tidak mendukung hal tersebut akan percuma.
"Kalau sisi laut atau terminalnya terus dikembangkan mungkin kita mampu mencapai ultimate sampai 11,5 juta TEus di 2025, tapi pertanyaannya kondisi eksisting akses ke Prioknya bagaimana? Sebab sisi daratnya tidak mampu mengimbangi terminal-terminal untuk sisi laut itu," kata Sugihardjo belum lama ini.
Dengan demikian, dia memandang pengalihan alur distribusi dari sisi darat ke sungai merupakan pilihan yang tepat, sehingga pihaknya ingin pembangunan kanal CBL berjalan sukses.
Menurutnya, akses darat tersebut tidak mampu mengingat tingkat kemacetan menuju Pelabuhan Tanjung Priok tinggi, sehingga berdampak pada distribusi yang akan terganggu.
Baca Juga
"Jadi terlepas dari apapun kendala ekonomi dan teknis, CBL itu harus kita sukseskan. Karena tadi, daya dukung daratnya tidak support Tanjung Priok. Sehingga kanal CBL ini sangatlah penting," ungkapnya.
Sementara, terkait permintaan PT Pelindo II selaku operator yang ditunjuk dalam proyek ini agar ada sharing pendanaan, Kemenhub menilai perlu ada pembicaraan lebih lanjut kepada Kementerian Keuangan.
"Mereka [Pelindo II] mengharapkan ada sharing dari pendanaan pemerintah untuk pembongkaran jembatan eksisting, dan pembangunan jembatan baru, relokasi kabel listrik, dan relokasi utilitas pipa. Itu sekitar US$129 juta," ujarnya.
Staf Ahli Menteri Bidang Logistik, Multimoda dan Keselamatan Kemenhub Cris Kuntadi mengajukan usul kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo untuk membentuk tim kajian proyek dari berbagai unsur.
"Kalau misalnya dari hasil kajian proyek ini akan efektif, maka bisa dimanfaatkan untuk kemudian menysusun strategi selanjutnya. Tapi kalau hasilnya tak efektif, yasudah mending di stop saja," ujarnya.
Menurutnya, jangan sampai proyek yang termasuk ke dalam Proyek strategis Nasional (PSN) dengan nilai anggaran Rp3,4 triliun ini malah berujung sia-sia.
"Sebab jangan sampai itu proyek yang mengeluarkan uang [banyak] tapi secara kemanfaatannya atau secara teknisnya tidak dimungkinkan [untuk dibangun]," ujarnya.