Bisnis.com, JAKARTA - DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) mempertanyakan kapasitas proyek kanal Cikarang Bekasi Laut (BCL) yang dinilai bisa menampung arus peti kemas hingga 3 juta TEUs per tahunnya.
"Satu tahun 3 juta TEUs apakah itu bisa memungkinkan?" kata Wakil Ketua Umum IV DPP INSA Soeharyo Sangat dalam Forum Group Discussion (FGD) Pemanfaatan Kanal Cikarang Bekasi Laut sebagai Moda Transportasi Angkutan Logistik, Selasa (17/7/2018).
Menurutnya, secara teknis kapal tugboat penarik tongkang yang mengangkut barang dinilai tidak bisa berjalan cepat apabila di sungai.
"Kalau kecepatan maksimal 4 knot per jam, dengan jarak 30 mil, berarti satu kali jalan bisa 7 jam. Pulang pergi jadi berapa jam? Belum lagi untuk bongkar muat di dua pelabuhan perlu waktunya berapa? Kalau misalnya 5 sampai 10 kapal tongkang, hanya berapa TEUs satu hari? Satu tahun berapa? Tidak sampai 1 juta TEUs," kata Soeharyo.
Selain itu, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II juga perlu memperhitungkan terkait dengan aspek keselamatan yang dinilainya sangat penting. "Kalau kanalnya sempit tidak disesuaikan dengan kapal tongkang, bagaimana ketika akan memutar kapalnya?" tuturnya.
Meskipun hal tersebut memang dirasa soal teknis, dia meyakini jika hal itu perlu diperhitungkan mengingat terkait aspek keselamatan. "Ini memang soal teknis semua, sehingga kita sebagai pemakai itu nanti akan berpikir 'jangan-jangan pas kita masuk baru dua kali bisa terjadi benturan dan susah lagi'," ujar Soeharyo.
Sementara Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menyoal aspek biaya. Menurutnya, yang jadi masalah adalah jarak antara Pelabuhan Tanjung Priok dengan Bekasi dinilai cukup dekat yaitu berkisar 20 hingga 30 kilometer.
Dengan demikian, menurutnya, secara teori apabila jarak kurang dari 200 meter maka moda transportasi darat (trucking) adalah pilihan yang efisien, sementara apabila jarak 400-1.000 kilometer menggunakan moda kereta, serta jarak di atas 1.000 kilometer menggunakan jalur laut.
"Nah, bagaimana kita bisa menyiasati jarak yang secara konsep tidak memenuhi perhitungan, itu kemudian menjadi bisa. Masukan dari kami harus bisa mempertimbangkan dari aspek biaya, supaya jangan sampai proyek ini selesai kemudian keberlanjutannya jadi masalah," katanya.
Dia juga menyoroti soal kecepatan. Kecepatan karena peralihan moda transportasi dari kapal besar ke kapal kecil dinilainya butuh waktu. "Bongkar muat di terminal Cikarang-nya juga butuh waktu. Ke depan, yang harus bisa kita pastikan adalah peralihan ini akan sedemikian cepatnya, sehingga tuntutan dari industri akan bisa terpenuhi," ungkapnya.
Perlu diketahui, proyek senilai Rp3,4 triliun ini nantinya diharapkan mampu menurunkan ongkos logistik sebesar 20%-25%. Perhitungannya, jika kapal tongkang dapat masuk kanal tersebut hingga kawasan industri Cikarang, setidaknya akan ada 80 hingga 100 kontainer terangkut sekali jalan.
Pembangunan ini bertujuan mengoptimalkan potensi jalur kanal sungai sebagai alternatif transportasi logistik. Optimalisasi ini akan menghubungkan area off-the-road Pelabuhan Tanjung Priok dengan area hinterland.