Bisnis.com, JAKARTA--Pemecatan terhadap puluhan ribu pelinting dalam beberapa tahun ke belakang, belum diikuti ketersediaan lapangan kerja baru bagi mereka.
Para pelinting pun sulit bersaing jika harus beralih ke lapangan pekerjaan baru.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto mengatakan, hingga saat ini belum tersedia lapangan pekerja pengganti untuk pelinting.
Karena pendidikan dan keterampilan terbatas, mereka tidak bisa begitu saja pindah kerja ke sektor lain atau bersaing dengan pencari kerja di sektor lain.
"Negara perlu hadir untuk mereka," ujarnya Kamis (5/7/2018) dikutip dari siaran pers.
Dalam rentang 2006-2016, sedikitnya 3.100 pabrik terpaksa tutup dan 32.000 pekerja diberhentikan. Sebagian besar dari mereka adalah pelinting, sedangkan hampir seluruh pabrik yang ditutup merupakan pabrik sigaret kretek tangan (SKT).
Baca Juga
Data jumlah pekerja yang diberhentikan diperkirakan dapat terus bertambah karena masih ada sejumlah pabrik yang tidak tergabung di asosiasi dan belum terpantau.
Sudarto mengatakan, solusi untuk masalah itu harus komprehensif. Pemerintah harus melihat hingga ke akar masalahnya yakni semakin berkurangnya pabrik SKT.
Kini, berbagai kebijakan pemerintah memang tidak ramah SKT. Dengan berbagai alasan, pemerintah mendorong penurunan konsumsi rokok khususnya SKT.
Karena karakter produknya, konsumsi SKT butuh waktu lebih lama dibandingkan konsumsi sigaret kretek mesin (SKM).
Padahal, berbagai regulasi mendorong waktu konsumsi rokok semakin singkat. Akibatnya, semakin banyak orang beralih ke SKM dan SKT ditinggalkan.
Sudarto mengatakan, pemerintah seharusnya mempertimbangkan juga nasib pekerja SKT.
Pemerintah harus mencari solusi untuk kesejahteraan pelinting. "Mereka juga warga negara Indonesia dan pemerintah harus hadir untuk mereka," kata dia.