Bisnis.com, JAKARTA — Utang luar negeri Indonesia kembali mencatatkan kenaikan secara bulanan pada April 2025 senilai US$800 juta menjadi US$431,55 miliar atau sekitar Rp7.197,76 triliun (JISDOR akhir April 2025 Rp16.679 per dolar AS).
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menyampaikan meski terjadi kenaikan ULN sebesar 8,2% secara tahunan atau year on year (YoY), posisi utang tetap terjaga.
Di mana kenaikan kewajiban luar negeri pemerintah tersebut meningkat sejalan dengan pelemahan rupiah yang terjadi usai pengumuman tarif resiprokal AS pada awal April lalu.
“Kenaikan posisi ULN juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (16/6/2025).
Denny menuturkan bahwa struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 30,3% pada April 2025, dari 30,6% pada Maret 2025, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 85,1% dari total ULN.
Baca Juga
Secara umum, Denny menyampaikan bahwa perkembangan posisi ULN April 2025 tersebut bersumber dari sektor publik.
Secara perinci, posisi ULN pemerintah pada April 2025 mencapai US$208,8 miliar atau tumbuh sebesar 10,4% YoY, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan 7,6% pada Maret 2025.
Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik, seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.
Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan mengelola ULN secara hati-hati, terukur, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas pemerintah.
Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,3% dari total ULN pemerintah), Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,7%), Jasa Pendidikan (16,4%), Konstruksi (12,0%), serta Transportasi dan Pergudangan (8,7%).
Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah.
Sementara ULN Pemerintah terus mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi, ULN swasta tercatat melanjutkan tren kontraksi pada April 2025 sebesar 0,6% YoY menuju posisi US$194,8 miliar.
Meski demikian, kontraksi tersebut terpantau tidak sedalam kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 1% YoY.
Perkembangan tersebut terutama didorong oleh ULN lembaga keuangan (financial corporation) yang tumbuh sebesar 2,9% (yoy), setelah pada Maret 2025 terkontraksi 2,2% YoY.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan, Jasa Keuangan dan Asuransi, Pengadaan Listrik dan Gas, serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 80,0% dari total ULN swasta. ULN swasta tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,9% terhadap total ULN swasta.