Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah yang akan menambah subsidi solar dari semula Rp500 per liter menjadi Rp1.500 per liter merupakan pilihan logis di tengah meroketnya harga Indonesia Crude Price (ICP).
Juniman, Ekonom Maybank Indonesia mengatakan saat seperti ini pemerintah memang dihadapkan pada situasi yang cukup sulit. Kenaikan ICP yang sudah jauh melebihi asumsi APBN yang dipatok US$48 membuat pemerintah dihadapkan pada dua hal yakni antara mengerek harga BBM atau menambah subsidi BBM.
"Saya kira dengan situasi saat ini memang pemerintah mau tak mau harus menaikan subsidi, ini pilihan logis siapapun pemerintahnya," kata Juniman, Jumat (1/6/2018)
Bertambahnya subsidi BBM praktis menambah beban dalam APBN, oleh karena itu menurutnya, jalan yang paling bisa dilakukan adalah dengan mengajukan tambahan anggaran subsidi melalui APBN perubahan.
Meskipun masih ada jalan alternatif misalnya membayar selisih subsidi itu dengan menugaskan badan usaha milik negara. Tetapi kalaupun opsi ini diambil, hal ini bukannya tanpa risiko, karena bisa memengaruhi kinerja keuangan korporasi.
"Tentu saja pemerintah berhitung misalnya dengan menambah anggaran subsidi ini di APBN perubahan," jelasnya.
Adapun Juniman melihat bahwa langkah yang dilakukan pemerintah ini lebih besar dipengaruhi oleh alasan politis. Apalagi menjelang tahun politik, menaikan harga BBM sama dengan siap untuk tidak populer.
"Kalau soal daya beli atau alasan lainnya sebenarnya kan sudah tergerus sejak 2014 lalu, ini lebih ke politik,," jelasnya.
Catatan BPK
Sementara itu, BPK dalam audit Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2017 masih menemukan adanya adanya ketidak sesuaian dalam anggaran subsidi listrik di APBN Perubahan 2017.
Dalam catatannya, lembaga auditor negara itu mencatat pemerintah melakukan perubahan terhadap asumsi dasar ekonomi makro dalam APBNP tahun 2017, yang mempengaruhi kebijakan APBN dan postur APBN yang tergambar dalam perubahan target pendapatan, pembelanjaan dan pembiayaan pemerintah.
Pemerintah menyerahkan RUU dan NK APBNP pada 6 Juli 2017 dan disahkan oleh DPR menjadi UU dan NK APBNP pada 27 Juli 2017. Namun, pada tahun 2017 ditemukan praktik anggaran tambahan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan asas transparansi fiskal yaitu penambahan pagu anggaran subsidi listrik sebesar Rp5,2 triliun.