Bisnis.com, MEDAN- Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap penerapan Agreed Export Tonnage Scheme yang disepakati oleh tiga negara eksportir karet menyusul berakhirnya periode perjanjian kali ini pada Maret 2018.
Penerapan AETS dalam tiga bulan pertama 2018 yang diharapkan bisa mengerek harga karet ternyata tak terlalu berdampak signifikan.
Berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara (Sumut) harga karet SICOM-TSR20 per 30 November 2017 pada saat pengumuman implementasi rencana penerapan AETS ada di level US145,30 sen per kilogram.
Adapun harga rata-rata selama Januari-Maret 2018 ada di level US146,71 sen per kilogram.
Kurang signifikannya efek penerapan AETS ini juga diamini oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan.
“Pada posisinya memang AETS yang terakhir ini kurang berdampak terhadap harga karet,” katanya kepada Bisnis di sela-sela konferensi pers terkait Sosialisasi Regulasi Pengawasan Tata Niaga Impor di Post Border, Selasa (10/4/2018).
Baca Juga
Untuk itu, menurut Oke, dalam waktu dekat akan dilakukan evaluasi terkait pelaksanaan AETS ini, untuk mencari tahu penyebab kurang signifikannya efek yang ditimbulkan terhadap harga karet.
Salah satu hal penting yang akan dilihat adalah kepatuhan masing-masing negara yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand akan kesepakatan untuk menahan laju volume komoditas karet mereka ke pasar ekspor.
Seperti diketahui, ketiga negara ini sepakat untuk membatasi ekspor karet sebanyak total 350.000 ton hingga Maret 2018. Dalam pembatasan tersebut, Indonesia mendapatkan jatah untuk memangkas 95.190 ton eskpornya, Thailand 234.810 ton, dan malaysia 20.000 ton.
Menurut Oke, Indonesia sendiri telah komit dalam menahan laju ekspornya. Hal ini setidaknya bisa dipastikan untuk kinerja ekspor dalam dua bulan pertama 2018.
“Kita komit, sesuai denan batasan. Dalam satu atau dua bulan awal, kita sudah komit, tinggal yang terakhir saja [yang perlu dipastikan],” tambahnya.
Terkait opsi apakah akan melanjutkan implementasi AETS atau tidak, Oke mengatakan hal ini akan bergantung pada hasil evaluasi, khususnya terkait kepatuhan tiap tiap negara. Dia menekankan, kesepakatan pembatasan akan percuma jika negara yang membuat kesepakatan tidak mematuhi butir-butir kesepakatan.
Namun, yang terpenting, katanya adalah mengupayakan peningkatan serapan produksi karet dalam negeri sehingga Indonesia tidak terlalu tergantung pada ekspor karet.
Sejumlah wacana yang diharapkan bisa meningkatkan serapan karet dalam negeri antara lain penggunaan karet sebagai campuran aspal dalam campuran aspal, menigkatkan serapan industri ban dan lain-lain.
“Kita lihat dulu dari kepatuhannya, karena itu kepatuhan dari angka-angka ekspor yang dilakukan baru kita bisa lihat apakah akan perpanjang. Kalau tidak patuh ya kita ngapain perpanjang, kan gitu. Sementara di dalam negeri sendiri perlu memanfaatkan karetnya secara domestik supaya tidak ketergantungan terhadap ekspor,” pungkasnya.