Bisnis.com, JAKARTA –Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menjadikan laporan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai evaluasi dalam merumuskan pembangunan dan pengembangan properti di Jakarta.
Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Sandiaga Uno menyatakan saat ini pemerintah telah mengupayakan sejumlah kemudahan perizinan bagi pelaku usaha, khususnya di bidang properti. Tujuannya, agar tercipta iklim investasi yang kondusif.
“Kami berkoordinasi antara walikota dengan pengusaha, supaya investor proeprti bisa mendapatkan kemudahan sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Sandiaga di Mal Bassura, Selasa (10/4/2018).
Dia menanggapi sejumlah hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI semester dua tahun lalu tentang pengadaan perumahan di DKI Jakarta. Sandiaga mengatakan akan membenahi semua hasil audit yang direkomendasikan oleh BPK.
“Kami berterima kasih atas masukan tersebut, dan itu yang akan kami benahi ke depannya,” ujar Sandiaga.
Sebagai informasi, BPK RI mencatat sejumlah hasil audit tentang Penyediaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa TA 2016 dan Semester I 2017. BPK menyatakan, pengelolaan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) TA 2016 dan Semester I 2017 belum sepenuhnya efektif. Ada pun sejumlah faktor yang menyebabkan hal tersebut.
Baca Juga
Pertama, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki Rencana Kawasan Pemukiman (RKP) dan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan (RP3) sesuai amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Pengadaan lahan pembangunan rusunawa selama tahun 2013-2017 hanya dapat direalisasikan sebanyak 23 lokasi dengan luas 359.755 meter persegu dan tidak mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPJMD sebanyak 28 lokasi.
Kedua, Pemprov DKI Jakarta belum mengoptimalkan peran swasta dalam pemenuhan kebutuhan Rumah Susun Murah (RSM) secara memadai. Kondisi ini terdeteksi berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa Pemprov DKI belum melakukan inventarisasi atas data pengembang yang belum menyerahkan kewajiban membangun rusun secara memadai.
Selain itu, pelaksanaan penagihan kewajiban penyediaan rusunawa yang dilaksanakan belum optimal, tupoksi SKPD yang bertanggung jawab melakukan penagihan kewajiban penyediaan RSM belum jelas, dan sanksi atas pemegang Surat Izin Penunjukkan Tanah (SIPPT) yang belum menyerahkan kewajiban penyediaan RSM belum terlaksana dengan memadai.