Bisnis.com, JAKARTA – PT LEU Ritel Indonesia (LEU Mart) memasang target 10.000 gerai di seluruh Indonesia dalam waktu tiga tahun.
Bambang Wijonarko, Direktur Utama LEU Mart, mengatakan pihaknya optimistis target 10.000 tersebut dapat tercapai melalui sistem kemitraan yang dilakukan.
“Saat ini baru satu, mudah-mudahan April terkejar 100, dalam 3-4 bulan bisa 1.000. Targetnya tahun ini bisa 3.000 gerai, karena animonya luar biasa. Target kami, tiga tahun ini bisa 10.000 gerai,” jelas Bambang, kepada Bisnis, Rabu (21/3).
Dia mengatakan di tahap awal ini pihaknya membidik kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek).
“Kami akan fokus ke Jabodetabek dulu, ingin 1.000 gerai,” katanya.
Saat ini, gerai pertama LEU Mart telah hadir di Pondok Pesantren An Nawawi Tanara, Serang, Banten yang didirikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin. Dimana peluncuran tersebut dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 Maret 2018.
Bambang mengungkapkan sejauh ini pendaftaran dari organisasi masyarakat Islam seperti anggota Muhammadiyah, NU, dan dari elemen masyarakat lainnya membludak, dimana ada sekitar 2.500 pendaftar untuk wilayah Jabodetabek saja.
Dari jumlah pendaftar yang ribuan tersebut, pihaknya akan melakukan penilaian kelayakan untuk gerai ritel yang akan dibuka. Dia menambahkan hingga April 2018 ditargetkan 100 gerai hadir di kawasan Jabodetabek
“[Jumlah] 100 itu yang sudah kami lakukan assessment, sambil yang 100 ini clear, kami akan [proses untuk] buka yang 1.000 itu. Jadi dari 2.500 pendaftar, kami optimistis yang 1.000 lolos assessment,” jelasnya.
Penilaian tersebut dilakukan dengan melihat beberapa indikator yaitu lokasi, kepemilikan, peran masyarakat setempat berupa rekomendasi, dan lainnya.
Bambang mengatakan dengan sistem konsinyasi atau titip jual, maka modal yang dibutuhkan dinilai relatif lebih terjangkau.
Untuk diketahui, terdapat beberapa tipe gerai yang ditawarkan dalam konsep kemitraan LEU Mart ini dengan modal mendirikan satu gerai berkisar dari Rp12 juta sampai dengan Rp125 juta.
Adapun untuk tipe warung yang dimoderninasi dibutuhkan modal perlengkapan Rp12 juta, kerja sama modal 10% sekitar Rp2 juta, dan uang pendaftaran Rp500.000 dengan nilai barang dagangan lewat skema konsinyasi senilai Rp20juta.
Kemudian, ritel modern untuk Tipe A dengan luas 20 m2-35 m2 dibutuhkan modal perlengkapan Rp25 juta, kerja sama modal sekitar Rp4 juta, dan uang pendaftaran Rp500.000 dengan nilai barang dagangan lewat skema konsinyasi senilai Rp40juta.
Ritel modern untuk Tipe B dengan luas 40 m2-60 m2 dibutuhkan modal perlengkapan Rp60 juta, kerja sama modal sekitar Rp10 juta, dan uang pendaftaran Rp500.000 dengan nilai barang dagangan lewat skema konsinyasi senilai Rp100juta.
Selain itu, terdapat ritel modern untuk Tipe C dengan luas 70 m2-90 m2 dibutuhkan modal perlengkapan Rp99 juta, kerja sama modal sekitar Rp20 juta, dan uang pendaftaran Rp500.000 dengan nilai barang dagangan lewat skema konsinyasi senilai Rp200juta.
“Saat ini yang paling diminati tipe warung dan tipe A, tapi tipe B dan tipe C juga banyak,” katanya.
Bambang menjelaskan kerja sama modal dengan kisaran 10% tersebut merupakan deposit untuk mengantisipasi jika mitra mengalami kendala penyetoran.
“Konsep kami hari ini jualan, besok omzet penjualan harus ditransfer ke rekening kami, lusa bagi hasil akan ditransfer langsung, kami menerapkan sistem ritel, tidak menunggu lama,” katanya.
Bambang mengungkapkan dengan sistem bagi hasil, mitra akan memperoleh 11% dari omzet penjualan harian melalui kerja sama dengan skema konsinyasi ini.
“Keuntungan kami jauh dari mitra. LEU Mart paling ambil sekitar 3%. Kami akan membuktikan dengan 3%, Insya Allah cukup, tujuan kami mulia, ingin berbagi lebih ke mitra, kami murni kemitraan,” katanya.
Bambang mengungkapkan terdapat lima keunggulan LEU Mart yaitu produknya menggunakan sistem konsinyasi, tidak ada franchise, tidak ada royalti, untuk prinsipal dan UMKM tidak ada listing fee atau biaya produk dipajang di rak, dan ada pendampingan mitra LEU Mart hingga sukses.
“Itu lima keunggulan kami, dengan dukungan banyak pihak, kami akan lebih giat lagi,” katanya.
Terkait produk yang diperdagangkan, Bambang mengatakan produk yang dijual merupakan kebutuhan sehai-hari atau fast moving consumer goods (FMCG) seperti di ritel modern lain. Selain itu, juga, LEU Mart juga mengalokasikan 20% produk berasal dari UMKM.
Terkait berkembangnya ritel modern syariah, Bambang mengatakan LEU Mart termasuk ritel modern syariah dan tidak menjual produk-produk seperti alkohol, rokok, dan alat kontrasepsi.
Selain itu, untuk menghadirkan produk-produk dengan harga kompetitif, pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai prinsipal. Setidaknya ada 27 prinsipal yang sudah digaet, seperti Unilever, Mayora, Orang Tua, Indofood, Garuda Food, Wings, Central Pertiwi Bahari atau Fiesta, dan lain-lain.
Untuk kesiapan bisnis ritel, LEU Mart juga didukung berbagai mitra kerja, untuk sistem teknologi informasi yang terintegrasi dengan Telkom Sigma. Kemudian, pusat distribusi dengan PT Pos Logistik, dan sistem transaksi dengan BNI Syariah.
LEU Mart merupakan ritel konsinyasi modern yang diinisiasi oleh Lembaga Ekonomi Umat (LEU) berawal dari Kongres Ekonomi Umat MUI pada 2017. PT LEU Ritel Indonesia sendiri berdiri sejak Agustus 2017.