Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah didesak untuk meningkatkan status nota kesepahaman ketenagakerjaan dengan Pemerintah Arab Saudi guna mengantisipasi berulangnya kasus tenaga kerja Indonesia yang dihukum mati di negara tersebut.
Ketua Pusat Studi Migrant Care Anis Hidayah menilai kasus eksekusi mati terhadap buruh migran asal Bangkalan Madura bernama Zaini Misrin pada 18 Maret 2018 lalu merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Apalagi, eksekusi mati tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri.
“Kami menyampaikan protes keras atas eksekusi ini karena melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dan banyak proses hukum yang tidak sesuai dengan aturan,” ujarnya, Senin (19/3/2018).
Dia memaparkan, berdasarkan pembacaan atas proses pemeriksaan hingga peradilan yang memvonis mati hingga proses eksekusi mati terhadap Zaini Misrin, ditemukan beberapa kejanggalan dan ketidakadilan hukum.
Salah satu kejanggalannya adalah Zaini tidak pernah mendapatkan akses bantuan hukum berupa penerjemah yang memadai.
Buruh migran yang berprofesi sebagai supir itu memberikan kesaksian bahwa dirinya dipaksa untuk mengakui perbuatan pembunuhan terhadap majikan karena mendapat tekanan dari polisi Saudi Arabia dan penerjemah.
Baca Juga
Menurutnya, pemerintah Saudi Arabia tidak pernah menyampaikan Mandatory Consular Notification, baik pada saat dimulainya proses peradilan, hingga saat eksukusi hukuman mati dilakukan.
“Kita mendesak pemerintah untuk mengirimkan nota protes diplomatik kepada Kerajaan Saudi Arabia,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan status nota kesepahahaman (Memorandum of Understanding) dengan Pemerintah Arab Saudi menjadi Memorandum of Agreement yang dianggap lebih memiliki kekuatan hukum.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menambahkan, pemerintah Indonesia kurang memiliki posisi yang kuat untuk mendesak Arab Saudi menghapus eksekusi mati bagi buruh migran. Pasalnya, pemerintah Indonesia sendiri juga masih menerapkan hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba.
“Diplomasi kita masih belum setara dengan Saudi, mereka masih sangat tertutup bahkan Mandatory Consular Notification juga tidak disampaikan,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Migrant Care, kasus eksekusi mati terhadap buruh migran asal Indonesia ini merupakan yang kelima kalinya terjadi sejak 2008. Saat ini, terdapat lebih dari 1,3 juta buruh migran Indonesia di Arab Saudi. Dari jumlah tersebut, terdapat 21 kasus buruh migran lainnya yang terancam hukuman mati.