Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Amerika Serikat disarankan memberikan bantuan peningkatan kapasitas kepada negara eksportir jika ingin fokus pada ketertelusuran produk perikanan impor.
Saran itu disampaikan Presiden National Fisheries Institute (NFI) John Connelly, mengutip siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Connelly mengatakan AS lebih baik melakukan mekanisme dialog dan memberikan bantuan peningkatan kapasitas bagi negara pengekspor sehingga memenuhi standar yang dipersyaratkan.
Seperti diketahui, mulai 1 Januari 2018, AS menerapkan Seafood Import Monitoring Program (SIMP), yakni aturan impor produk kelautan dan perikanan untuk menjaga ketertelusuran produk seafood yang masuk ke Negeri Paman Sam.
SIMP dikhawatirkan menimbulkan kerugian sepihak bagi industri produk udang Indonesia. Pasalnya, pelaku ekspor perikanan Indonesia sebagian besar dilakoni oleh nelayan dan pembudidaya ikan kecil. Persyaratan tinggi yang diminta AS dapat menyulitkan pelaku usaha perikanan Indonesia.
Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat bertemu dengan Connelly di Boston, AS, mengatakan rekam jejak Indonesia dalam pemberantasan illegal fishing seharusnya cukup menjadi bukti kuat ketertelusuran produk perikanan Indonesia.
“Berkat pemberantasan illegal fishing, siklus pelayaran di Indonesia kini semakin pendek karena kapal tidak perlu lagi berlayar terlalu jauh. Jadi ketertelusuran produk perikanan Indonesia terjamin,” ujarnya.
Susi juga membicarakan pemberlakuan SIMP dengan perwakilan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), John Henderschedt. Henderschedt menyarankan negara-negara yang berpotensi terkena dampak pemberlakuan SIMP agar segera mempersiapkan diri dan melakukan langkah-langkah antisipatif.
NOAA berjanji akan memberikan bantuan yang tepat saran dan tepat guna sebagai persiapan Indonesia menghadapi SIMP.