Bisnis.com, JAKARTA—Pasokan garam industri di dalam negeri bertambah dengan pengoperasian PT Unichemcandi Indonesia.
Perusahaan menggelontorkan Rp900 miliar untuk membangun pabrik garam industri berkapasitas 300.000 ton di Gresik, Jawa Timur.
Direktur Utama Unichemcandi Indonesia Unn Harris merinci saat ini pabrik seluas 8 hektare itu setiap tahun mengolah 70.000 ton untuk garam rafinasi dan 180.000 garam pencucian. Garam rafinasi yang dihasilkan memiliki NaCl lebih tinggi dari 99%. Dengan kapasitas terpasang ini perusahaan berkomitmen menyerap hingga 200.000 ton per tahun.
"Pabrik kami ini bisa diperluas lagi hingga lima lini dengan total kapasitas produksi mencapai 450.000 ton per tahun," kata Unn melalui keterangan tertulis, belum lama ini.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong lebih banyak investasi masuk ke produksi garam industri. Airlangga, yang juga menghadiri peresmian Unichemcandi pada akhir pekan lalu, mengingatkan meski merupakan komponen kecil, garam memiliki peran sentral dalam proses produksi.
Airlangga meyakini seiring dengan kehadiran investasi baru ini maka target swasembada diharapkan dapat lebih cepat dicapai. Kehadiran pengolahan garam industri akan memperkuat struktur industri nasional. Hasilnya, industri dalam negeri akan lebih kompetitif di pasar domestik maupun ekspor.
"Inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia, membuat industri pengolahan di dalam negeri. Apalagi, industri-industri yang menyerap bahan baku garam merupakan sektor andalan,” katanya.
Dia juga mengharapkan Unichemcandi menaikan kapasitas produksi hingga 10 kali lipat. Airlangga meyakini investssi sektor garam industri memberikan keuntungan karena tingginya permintaan garam industri di dalam negeri. "Kami mendukung pabrik ini berkembang dan menjadi contoh bagi perusahaan lain," ujarnya.
Kebutuhan garam nasional pada tahun ini diperkirakan mencapai 3,7 juta ton. Jumlah
tersebut menjadi tantangan bagi industri pengolahan garam nasional. Pabrikan dalam negeri diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Kualitas garam yang digunakan oleh industri tidak hanya terbatas pada kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97%, tetapi juga masih ada kandungan lainnya yang harus diperhatikan seperti Kalsium dan Magnesium dengan
maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah.
Standar kualitas ini yang dibutuhkan industri aneka pangan dan industri chlor alkali plan (soda kostik). Adapun garam yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah, harus mengandung NaCl sebesar 99,9%.
Airlangga memberi gambaran, industri pengolahan garam mampu berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya, dari impor bahan baku garam sebesar 3,7 juta ton senilai Rp1,8 triliun dapat menghasilkan nilai tambah tinggi hingga menjadi Rp1.200 triliun. “Kemudian, untuk penyerapan tenaga kerja di industri pengolahan garam dan turunannya sebanyak 3,5 juta orang, serta mampu meningkatkan devisa negara sebesar US$5,6 miliar dari ekspor produk-produk industri yang menggunakan bahan baku garam,” jelasnya.