Bisnis.com, JAKARTA — Federal Reserve atau The Fed mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4,25%—4,50% dalam Federal Open Market Committee atau FOMC periode Mei 2025.
The Fed mempertahankan suku bunga dalam tiga pertemuan berturut-turut atau yang berlaku sejak Desember 2024. Gubernur The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral mencermati naiknya risiko tingkat pengangguran dan inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih tinggi.
"Untuk mendukung tujuan kami, hari ini FOMC memutuskan untuk tidak mengubah suku bunga kebijakan," ujar Powell pada Rabu (7/5/2025) waktu AS atau Kamis (8/5/2025) dini hari waktu Indonesia.
The Fed mencermati pertumbuhan ekonomi yang tipis pada kuartal I/2025 yang mencerminkan perubahan ekspor. Menurut Powell, terdapat kemungkinan para pengusaha AS mempercepat impor untuk mengantisipasi kebijakan tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump.
"Kami di The Fed akan melakukan apapun yang kami bisa untuk mencapai sasaran ketenagakerjaan maksimum dan stabilitas harga," ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, proyeksi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan di level 4,25%—4,50% telah beredar di pasar. Para investor akan mencermati komentar Powell untuk mengetahui interpretasi para pemimpin The Fed soal data terkini dan apakah kebijakan ekonomi Trump akan mengubah pandangan soal kapan pelonggaran kebijakan moneter harus dilakukan.
Kepala investasi di SWBC, Chris Brigati, menilai bahwa situasi setelah pemberlakuan tarif resiprokal sangat cair dan sulit diprediksi. Oleh karena itu, menurutnya, jika The Fed bersikap responsif lalu situasi berubah drastis maka bisa muncul dampak yang tidak diinginkan—atau lebih buruk lagi jika malah memperparah dampak yang merugikan.
Brigati mencatat bahwa pertemuan The Fed atau FOMC hari ini merupakan yang pertama sejak munculnya tarif resiprokal atau tarif Trump pada April 2025. Pasar akan menerima beberapa petunjuk dari Powell soal dampak potensial perang dagang terhadap perekonomian AS.
"Jika pernyataan Powell condong ke arah dovish, dia mungkin menyarankan sikap yang lebih akomodatif dan kekhawatiran tentang gambaran ketenagakerjaan. Namun, kecenderungan yang lebih agresif menunjukkan pembatasan yang berkelanjutan dan kekhawatiran tentang inflasi pada masa mendatang. Terlepas dari itu, kejelasan dan wawasan yang lebih mendalam tentu akan membantu pasar untuk menentukan jalur masa depan," kata Brigati, dilansir dari Bloomberg.