Bisnis.com, JAKARTA - Keputusan pemerintah tak mewajibkan UMKM dan peserta deklarasi harta luar negeri untuk melaporkan penyertaan harta (LPH) dianggap belum mencerminkan keadilan bagi wajib pajak.
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), mengatakan bahwa UMKM belum berarti mereka memiliki aset yang sedikit, dalam beberapa kasus, termasuk yang pernah dilontarkan mantan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, banyak UMKM yang memiliki aset yang jumlahnya jumbo.
"Faktanya yang jumbo banyak, ga adil dengan yang karyawan jadinya," kata Prastowo, Selasa (6/3/2018).
Menurut Prastowo, WP UMKM seharusnya tetap lapor, hanya saja skemanya dibikin secara sederhana. Jika hal itu diterapkan, maka proses penerapan kewajiban administrasi perpajakanya bisa lebih adil. "Omsetnya mungkin kecil, tetapi asetnya besar," ujarnya.
Sebelumnya, Ditjen Pajak berencana untuk merevisi Perdirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 terkait laporan penempatan harta amnesti pajak. Dalam perubahan ketentuan itu wajib pajak UMKM dan deklarasi luar negeri tidak diwajibkan melaporkan laporan penempatan harta.
Meski tak diwajibkan menyampaikan LPH, WP UMKM tetap wajib mencantumkannya dalam surat pemberitahuan (SPT). Artinya, dengan jumlah WP yang mengkuti pengampunan pajak sebesar 972.000 di mana 431.000 merupakan UMKM, maka jumlah UMKM tersebut tak wajib melaporkan penempatan harta.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan, proses revisi tersebut masih dibahas, tetapi kemungkinan dalam waktu dekat aturan tersebut bakal diterbitkan.
"Dalam aturan yang sedang dalam perbaikan tersebut, UMKM memang tak wajib melaporkan penempatan harta. Tetapi tetap melaporkan SPT," kata Suryo, Senin (5/3/2018).
Adapun berdasarkan catatan otoritas pajak jumlah WP yang telah menyampaikan LPH sekitar 40.000, sedangkan WP yang telah melaporkan SPT saat ini sebanyak 3,2 juta. Sebanyak 70% penyampaian SPT itu dilakukan secara e-filing, e-SPT 2% dan manual 28%.