Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Energi Terbarukan Berbahan Sawit Jawaban Saat Energi dari Fosil Habis

Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang Wahyudwiantoro menyatakan, manusia harus sadar disaat energi yang berbahan baku fosil habis, energi terbarukan yang berbahan kelapa sawit adalah jawabnya, sehingga sudah seharusnya kelapa sawit dilindungi.
Presiden Joko Widodo (kiri) melakukan penanaman tumpang sari bersama para petani saat peluncuran penanaman perdana program peremajaan kebun kelapa sawit, di Desa Panca Tunggal, Sungai Lilin, Kabupaten Musi banyuasin, Sumatra Selatan, Jumat (13/10)./ANTARA-Nova Wahyudi
Presiden Joko Widodo (kiri) melakukan penanaman tumpang sari bersama para petani saat peluncuran penanaman perdana program peremajaan kebun kelapa sawit, di Desa Panca Tunggal, Sungai Lilin, Kabupaten Musi banyuasin, Sumatra Selatan, Jumat (13/10)./ANTARA-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA -  Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Bambang Wahyudwiantoro menyatakan, manusia harus sadar bahwa disaat energi yang berbahan baku fosil habis maka energi terbarukan yang berbahan kelapa sawit adalah jawabnya, sehingga sudah seharusnya kelapa sawit dilindungi.

Menurut Dirjen Perkebunan dalam Seminar Nasional dengan tema "Kiat Sukses Replanting dan Meningkatkan Produktivitas Sawit Secara Berkelanjutan", di Jakarta, Rabu (21/2/2018) dengan melindungi kelapa sawit sama halnya dengan melindungi petani.

Hal itu karena menurut data yang dihimpun pada 2017, dari total luas perkebunan kelapa sawit yang mencapai 14,02 juta hektare, sekitar 5 juta hektare dimiliki oleh petani.

"Jadi dengan membenahi perkebunan petani sama saja juga membenahi perkebunan kelapa sawit, karena tidak sedikit kontribusi petani terhadap komoditas kelapa sawit," ujarnya.

Di antaranya, yaitu masalah "replanting", lanjutnya, sebab dari sekitar 5 juta hektare tersebut, sebanyak 2 jutaan hektare tanamannya sudah tua dan tidak sedikit yang menggunakan benih tidak bersertifikat, akibatnya produktivitasnya pun jauh dibawah potensi yang seharusnya.

Saat ini produktivitas tandan buah segar (TBS) perkebunan milik petani hanya sekitar 10 - 12 ton/hektare/tahun, padahal potensinya bisa mencapai 30 ton/hektare/tahun.

"Artinya dengan meningkatkan produktivitas perkebunan petani sama saja dengan meningkatkan kesejahteraan petani," tegas Bambang.

Melihat fakta tersebut, Ditjen Perkebunan menganggarkan untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit milik petani pada tahun ini yaitu seluas 185.000 hektare.

"Namun, untuk melakukan replanting tidaklah semudah membalikkan tangan. Sehingga replanting ini menjadi tanggung jawab semua," ucapnya.

Menurut dia, dalam program replanting melibatkan semua pihak, di antaranya Pemerintah Daerah (Pemda) selaku penanggung jawab yang mengeluarkan izin, perusahaaan selaku pembeli hasil petani, dan produsen benih selaku penyedia bibit untuk petani.

"Atas dasar itulah maka kedepan petani wajib bermitra dengan perusahaan sebagai pembeli hasil petani ataupun sebagai bapak angkat," katanya.

Sebab, Bambang menerangkan, lahirnya perkebunan kelapa sawit milik petani adalah pola kemitraan atau pola inti rakyat (PIR), di mana perusahaan sebagai mitra atau inti dari perkebunan milik rakyat tapi bukan pola manajemen satu atap.

Ini, tambahnya, karena jika menggunakan manajemen satu atap maka hak penguasaan atas lahan petani dikuasai oleh perusahaan atau semuanya dikelola adalah perusahaan dan petani tinggal menerima hasilnya. Pola seperti itu tidak mengedukasi petani atau masyarakat.

Pola seperti itu berbeda dengan pola kemitraan atau inti plasma dimana perusahaan sebagai bapak angkat petani hanya menerima hasil dari petani, dan memberikan pelatihan-pelatihan kepada petani bagaimana cara budidaya yang baik sesuai "good agriculture practices" (GAP).

"Jadi pola kemitraan atau inti plasma berbeda dengan pola manajemen satu atap," ujarnya.

Oleh karena itu, Bambang kembali menghimbau kepada petani, bagi yang sudah bermitra dengan perusahaan sebaiknya dijaga dengan baik atau bila perlu lebih dieratkan kembali.

"Namun, jika perusahaan dirasa petani sudah tidak memihak kepada petani silakan mencari mira yang lebih baik. Tapi juga jika perusahaan sudah melakukan hal yang terbaik untuk petani, petani juga jangan menjadi 'anak yang durhaka'," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : ANTARA

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper