Bisnis.com, JAKARTA -- Regulasi pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) oleh koperasi diharapkan segera bisa rampung.
Rokhmin Dahuri, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengaku prihatin terkait lamanya Rancangan Perpres mengenai pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dikembalikan ke koperasi perikanan.
"Draft sudah lengkap, ini hanya masalah komunikasi politik antara Menkop UKM, Mendagri, dan Menseskab. Mereka tinggal menghadap Presiden Jokowi membahas Perpres itu. Saya prihatin karena sudah tiga tahun belum juga ditandatangani, sementara nelayan butuh payung hukum dalam pengelolaan TPI," jelas Rokhmin dalam diskusi bertema Menanti Payung Hukum Pengelolaan TPI oleh Koperasi Perikanan, di Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Rokhmin mengungkapkan dirinya mendukung TPI dikelola kembali oleh koperasi perikanan atau koperasi nelayan karena pernah melihat manfaat koperasi perikanan bagi kesejahteraan masyarakat nelayan.
Dia menjelaskan di hulu, koperasi bisa menyediakan sarana dan prasarana produksi termasuk seluruh kebutuhan nelayan saat akan melaut. Di hilir, koperasi yang menjamin pemasaran hasil tangkapan ikan nelayan.
"Selama ini yang bisa menikmati harga bagus ikan hanya trader, bukan nelayan. Jadi, TPI memang sudah seharusnya dikelola koperasi," katanya.
Pada 2016, tercatat ada 386 TPI dengan jumlah produksi sekitar 5,6 juta kuintal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat jumlah produksi perikanan laut yang dijual di TPI pada 2015 mencapai 535.712 ton.
Rokhmin menekankan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi koperasi perikanan dalam mengelola TPI.
Pertama, mampu meningkatkan sarana dan prasarana, kondisi sanitasi, higienis pelabuhan perikanan (TPI) sehingga memenuhi standar nasional dan internasional sebagai tempat pendaratan ikan dan pelelangan (trading) ikan hasil tangkapan nelayan dan Kawasan Industri Perikanan Terpadu.
Kedua, koperasi mampu menyediakan sarana produksi perikanan tangkap dan perbekalan untuk melaut, dengan kuantitas mencukupi setiap saat, kualitas unggul dan harga relatif murah.
Ketiga, koperasi harus mampu menjamin pemasaran ikan hasil tangkap para nelayan dengan harga sesuai nilai ekonomi.
"Menguntungkan nelayan, tapi juga tidak memberatkan konsumen nasional. Intinya, koperasi sebagai buffer stock dan price," katanya.
Keempat, lanjutnya, koperasi harus mampu menyediakan sumber kredit (modal) dengan suku bunga yang rendah.
Kelima, koperasi mampu meningkatkan kapasitas dan etos kerja nelayan dengan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan secara sistematis, benar, dan berkesinambungan.
"Serta teknologi penangkapan ikan yang produktif, efisien, dan ramah lingkungan. Termasuk mampu mengelola manajemen keuangan keluarga nelayan, hingga best handling practices, dan lainnya," katanya.