Bisnis.com, JAKARTA—Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan para pelaku industri makanan dan minuman ingin mengubah bisnis model mereka untuk menjaga permintaan pasar.
Dia mengatakan selama ini para pabrikan mengandalkan waktu-waktu tertentu untuk menggenjot penjualan, seperti hari raya Lebaran. “Akhir-akhir ini Lebaran sudah tidak bisa diandalkan lagi. Biasanya dapat naik 20% hingga 30% dari rata-rata bulanan,” jelasnya di Jakarta, Senin (5/2/2018).
Oleh karena itu, para pengusaha tidak ingin terjebak pada musim-musim tertentu untuk meningkatkan penjualan sehingga upaya optimal harus dilakukan sepanjang tahun. Adhi juga menyoroti masalah daya saing industri makanan dan minuman nasional.
Menurutnya, saat ini secara keseluruhan daya saing meningkat, tetapi tidak terlalu maksimal. Hal ini disebabkan sumber daya yang ada telah tersedia secara alami, seperti potensi pasar yang didorong oleh jumlah penduduk Indonesia.
“Produktivitas juga masih rendah. Harus ada perbaikan di sumber daya manusia, ini fundamental,” kata Adhi.
Industri makanan dan minuman nasional juga masih menghadapi beberapa kendala, seperti ketergantungan bahan baku impor dan mesin serta teknologi yang belum bisa diciptakan di dalam negeri. Untuk bisa bersaing secara global, lanjutnya, industri juga harus berinovasi.
“Dukungan ketersediaan bahan baku dan regulasi pemerintah sangat penting,” ujarnya.
Pada tahun ini, sektor makanan dan minuman diproyeksikan tumbuh lebih dari 10%. Menurutnya, faktor yang mendukung pertumbuhan industri ini di antaranya penerbitan beberapa kebijakan deregulasi yang memudahkan pasokan bakan baku.
Selain itu, tahun ini juga merupakan tahun politik yang umumnya meningkatkan peredaran uang. Hal tersebut diharapkan ikut mendongkrak konsumsi makanan dan minuman. Pemerintah juga perlu memastikan pesta domokrasi tersebut berlangsung aman dan damai.