Bisnis.com, JAKARTA—Keputusan pemerintah untuk membuka keran impor garam industri mendapat respons positif dari pelaku usaha makanan dan minuman di Tanah Air.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan langkah pemerintah tersebut dinilainya sebagai tindakan yang tepat guna mengantisipasi kebutuhan garam bagi industri nasional.
"Karena 2 tahun lalu pernah merasakan kekurangan garam yang menyebabkan harganya tinggi sekali saat itu dan beberapa anggota kami sampai berhenti berproduksi," ujarnya di Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Dalam catatannya, industri makanan dan minuman telah mengajukan kuota permintaan garam impor sebanyak 535.000 ton pada tahun ini. Namun, pemerintah hanya menyetujui jumlah garam impor pada sektor ini sebanyak 460.000 ton.
Nantinya, sisa dari kebutuhan tersebut akan dipenuhi oleh produksi garam nasional. Asalkan tutur Adhi, kualitas garam harus dapat memenuhi kriteria standar industri makanan dan minuman.
"Dari KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan] melihat ada potensi panen garam nasional sebanyak1,6 juta ton tahun ini. Tinggal pengaturannya saja nanti yang disesuaikan," terangnya.
Pada tahun ini, Kemenperin mengajukan kebutuhan bahan baku garam untuk industri nasional sekitar 3,7 juta ton.
Sektor industri pengolahan pada umumnya membutuhkan garam dengan kandungan NaCl lebih dari 98%. Untuk industri CAP dibutuhkan garam industri dengan kadar NaCl sebesar 97% dan industri aneka pangan serta farmasi membutuhkan kadar NaCl sebesar 99%.
Selain itu, ada beberapa persyaratan lain, seperti kadar Ca dan Mg bagi industri CAP dan kadar pengotor, termasuk logam berat dalam garam sebagai bahan baku aneka pangan dan farmasi.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan garam lokal tidak ada yang memenuhi kandungan NaCl sesuai dengan kebutuhan industri secara umum. “Sebagian industri makanan juga meminta garam impor karena spesifikasi teknis garam lokal tidak memenuhi,” kata Airlangga.