Bisnis.com, JAKARTA – Revisi rencana kerja usaha PT Riau Andalan Pulp and Paper akhirnya disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Melalui siaran pers, Selasa (23/1/2018) malam, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) periode 2017-2026 telah disetujui pada 9 Januari 2018.
Persetujuan itu dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.28/MenLHK-PHPL/UHP/HPL.1/1/2018.
KLHK menyatakan agenda perlindungan gambut sebenarnya dapat diikuti oleh perusahaan yang beroperasi di Riau itu.
“Akhirnya mereka patuh pada amanat PP Gambut, dan RKU-nya sudah kami terima. Ini menjadi gambaran tentang konsistensi KLHK terhadap PP Gambut dan memang seharusnya tidak ada masalah sejak awal,” kata Sekjen KLHK Bambang Hendroyono dalam siaran pers itu.
Dia menyebutkan beberapa butir isi RKU RAPP, a.l. periode jangka waktu RKU perusahaan yang kini telah sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam tata kelola gambut, yakni 2017-2026.
Baca Juga
Rencana tata ruang HTI RAPP juga telah mengacu peta fungsi ekosistem gambut (FEG). Perseroan tidak merencanakan pengadaan bibit, penyiapan lahan, dan penanaman jenis Acacia sp dan Eucalypthus sp pada fungsi lindung ekosistem gambut (FLEG). Namun, rencana penanaman dialihkan ke areal fungsi budidaya ekosistem gambut (FBEG) dan mineral.
Selain itu, RAPP bersedia merencanakan pemulihan areal gambut yang teridentifikasi mengalami kerusakan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.16/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Eksoistem Gambut.
Adapun rencana pemulihan mencakup areal seluas 70.638 hektare yang tersebar di 7 estate RAPP yang di dalamnya mengandung gambut, yakni di Langgam, Mandau, Pelalawan, Ukui, Meranti/S.Kampar, Tasik Belat, dan Pulau Padang.
Perusahaan yang beroperasi di bawah Asia Pacific Resources International Holdings Ltd. (APRIL) milik taipan Sukanto Tanoto itu mengoperasikan 12 estate.
Kegiatan yang dilakukan meliputi pemulihan lahan secara hirologis atau tata kelola air, seperti pembuatan sekat kanal (kanal blocking), pemantauan tinggi muka air atau titik penaatan; penanaman tanaman setempat; dan revegetasi dengan spesies yang tepat.
''Kami akan terus melakukan pengawasan. Semoga ini menjadi catatan untuk kita semua bahwa amanat dalam PP Gambut sebenarnya tidak menghambat investasi, dan bisa diikuti oleh pihak perusahaan untuk kepentingan kita bersama,'' kata Bambang.
Agenda perlindungan gambut muncul setelah terbit Peraturan Pemerintah No 57/2016 yang mewajibkan perusahaan melakukan pemulihan ekosistem gambut. Revisi PP No 71/2014 itu muncul setelah terjadi kebakaran hutan dan lahan secara berulang di areal HTI gambut selama 2015 hingga 2016.
KLHK sempat mencabut RKU RAPP periode 2010-2019 pada 16 Oktober 2017 karena perseroan dipandang tidak memenuhi ketentuan PP Gambut dalam setiap pengajuan revisi RKU.
Sebulan kemudian, perusahaan mengajukan permohonan gugatan terhadap keputusan pembatalan RKU oleh Menteri LHK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.
Pada 21 Desember 2017, PTUN membacakan putusan yang menolak permohonan fiktif positif RAPP. Setelah kalah di PTUN, RAPP pada 22 Desember 2017 menyerahkan usulan revisi RKU sesuai arahan KLHK dan PP No 57/2016.