Bisnis.com,JAKARTA–Kementerian Perindustrian mendorong percepatan pembangunan klaster industri baja di tiga wilayah, yaitu Cilegon (Banten), Batulicin (Kalimantan Selatan), dan Morowali (Sulawesi Tengah).
Produksi dari kelompok manufaktur terpadu tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor serta mewujudkan negara mandiri dari impor baja.
“Melalui pendekatan klaster ini, karena sifatnya saling melengkapi, produk yang dihasilkan akan lebih berdaya saing serta memacu adanya inovasi dan peningkatan kualitas produk sesuai permintaan konsumen saat ini,” kata Menteri Peridustrian Airlangga Hartarto hari ini Sabtu (13/1/2018).
Menperin menjelaskan, industri baja dikategorikan sebagai sektor induk karena produknya merupakan bahan baku utama yang diperlukan bagi kegiatan manufaktur di sektor industri lainnya.
Bahkan, baja juga dibutuhkan sebagai komponen penting dalam sektor infrastruktur secara luas yang antara lain meliputi bangunan dan properti, jalan dan jembatan, telekomunikasi, serta ketenagalistrikan.
Oleh karenanya, pemerintah tengah menargetkan produksi 10 juta ton baja pada tahun 2025 melalui pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten.
"Dengan adanya klaster 10 juta ton yang nilai investasinya mencapai USD4 miliar ini, memberikan multiplier effect melalui penciptaan lapangan pekerjaan, pemenuhan bahan baku industri dalam negeri, dan memberikan manfaat terhadap perekonomian nasional khususnya Banten," ujar Menperin.
Kemenperin telah meminta kepada produsen baja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk., Posco, Nippon Steel dan Osaka Steel agar berkolaborasi merealisasikan peta jalan pengembangan klater baja 10 juta ton tersebut.
Pembangunan klaster ini akan memberikan efek berantai berupa penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 45.000 orang dan tidak langsung mencapai 375.000 orang. Selanjutnya, pendapatan pajak sekitar USD 0,17 miliar dan kontribusi terhadap PDB sebesar 0,38%.
PT Krakatau Steel juga sudah bekerja sama dengan perusahaan Jepang, Sango Corporation dalam pengembangan produk baja wire rod untuk kebutuhan sektor otomotif dengan nilai investasi mencapai USD95 juta di Cilegon.
"Pertumbuhan industri pengguna baja di Indonesia terbilang cukup baik. Contohnya, industri otomotif, yang diproyeksikan pada tahun 2025 akan memproduksi 3 juta unit mobil sehingga membutuhkan sebanyak 1,8 juta ton baja otomotif," papar Menperin.
Sementara itu, kebutuhan crude steel (baja kasar) nasional saat ini sudah mencapai 14 juta ton, namun produksi industri baja dalam negeri sebanyak 8 juta ton per tahun. Kndati demikian, capaian produksi 8 juta ton tersebut, menempatkan Indonesia di peringkat keenam di Asia sebagai produsen baja kasar.
Kemenperin pun semakin memacu peningkatan kapasitas produksi industri baja nasional.
“Produksi industri baja dalam negeri terus dioptimalkan dan diarahkan pada pengembangan produk khusus bernilai tambah tinggi, misalnya untuk sektor otomotif, perkapalan maupun perkeretaapian. Sehingga kita tidak perlu lagi impor,” tegas Airlangga.