Bisnis.com, JAKARTA—Industri percetakan berharap pada permintaan pemerintah dan momentum pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk mendorong bisnis pada tahun depan.
Ahmad Mughira Nurhani, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia, mengatakan kondisi industri grafika terus menurun karena perkembangan digital yang menyebabkan penurunan permintaan. Namun, untuk tahun depan pelaku industri percetakan masih berharap, salah satunya pada permintaan pemerintah untuk mencetak buku pelajaran sekolah.
"Rencananya tahun ini sebanyak 140 juta buku untuk jenjang SD, SMP, dan SMA, tetapi tidak semua kelas. Orderan percetakan buku pemerintah dimulai sejak tahun lalu dan diharapkan selesai pada 2019," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (28/12/2017).
Selain itu, pilkada juga menjadi harapan para pelaku industri grafika, tetapi Mughi memperkirakan dampaknya tidak terlalu besar karena tidak dikerjakan sepanjang tahun. Adapun, beberapa produk yang banyak dipesan saat pemilihan umum antara lain surat suara dan alat peraga.
Selain menghadapi peralihan ke digital, Mughi menuturkan industri percetakan juga mengalami kendala bahan baku, terutama untuk percetakan buku pelajaran. Hal ini karena pemerintah meminta para penerbit menggunakan kertas dengan tingkat keputihan 84%.
Apabila buku pelajaran dicetak dengan kertas yang memiliki tingkat keputihan lebih dari 90%, akan berdampak kurang sehat bagi mata. "Permasalahannya, Apex dan Adiprima, yang mau memenuhi kebutuhan kertas buku pelajaran, kesulitan mendapatkan kertas bekas sebagai bahan baku," jelas Mughi.
Menurutnya, kertas bekas sulit diperoleh karena pemerintah menggolongkan kertas bekas impor sebagai limbah sehingga diperlakukan berbeda dari kertas untuk bahan baku. Selain itu, kertas bekas juga belum dapat dipenuhi dari domestik karena belum ada regulasi untuk mengolah kertas bekas dari masyarakat.