Bisnis.com, JAKARTA—Pabrikan baja hulu dan hilir berbeda sikap menanggapi rencana pengenaan bea masuk antidumping terhadap produk baja lapis aluminium seng warna impor asal China dan Vietnam.
Komite Antidumping Indonesia mengusulkan pengenaan BMAD untuk BJLAS sebesar 49% asal China dan 18% asal Vietnam.
Menanggapi hal ini, Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto menyatakan pemerintah tak dapat mengintervensi putusan KADI. ”Petisi banding terhadap unfair trading practices itu memang suatu yang disahkan WTO. Hanya kalau bicara national interest kita perlu lihat keseimbangan supply dan demand dalam negeri,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu solusi untuk menuntaskan pro kontra penerapan BMAD baja lapis aluminium seng dan steel wire rod adalah dengan menetapkan safeguard terhadap produk jadi. “Kalau memang yang di hilir beralasan kehilangan daya saing, pemerintah akan carikan tools supaya win-win. Salah satunya terapkan safeguard pada produk akhir,” ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (the Indonesia Iron and Steel Industry Association/IISIA) Henry Setiawan menyatakan praktek dumping telah memukul utilisasi pabrikan dalam beberapa tahun terakhir.
“Bukti adanya unfair trade sangat kuat, sehingga ada yang mengajukan petisi antidumping karena mengalami injury,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (11/12/2017).
Menurutnya, tingkat utilisasi pabrikan tetap terjaga rendah baja lapis dan baja lapis aluminium seng tanpa warna cukup rendah karena praktek dumping.
Berdasar data IISIA, kapasitas produksi bahan baku baja ringan pabrikan dalam negeri mencapai 1,51 juta ton. Angka itu berasal dari baja lapis aluminium seng sebesar 850.000 ton per tahun dan baja lapis seng sebesar 660.000 ton per tahun.
Sementara itu, kapasitas terpasang baja lapis warna tercatat sebesar 400.000 ton per tahun. “Utilisasinya hanya 40%—50%. Kapasitas terpasang domestik itu masih sangat mencukupi utnuk memenuhi kebutuhan nasional,” ujarnya.
Henry menyatakan pabrikan China dan Vietnam membanting harga ke level yang jauh lebih rendah ketimbang harga pabrikan domestik. “Tapi memang ruang impor tetap perlu dijaga untuk menjaga kesehatan pasar, meski porsinya perlu ditekan supaya tidak sebesar sekarang,” ujarnya.
Penyelidikan antidumping terhadap baja lapis aluminium seng bermula ketika PT NS Bluescope Indonesia mengajukan petisi kepada KADI pada 23 Desember 2016.
“Sebelum memutuskan rekomendasi, KADI menggelar berbagai hearing yang melibatkan industri. Dan yang perlu dicermati pemerintah, asosiasi yang menyampaikan keberatan di media umumnya kebanyakan merupakan importir umum, bukan importir produsen. Lebih bijak kalau pemerintah memperhatikan importir produsen ketimbang importir umum,” ujarnya.