Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah kembali mempertimbangkan untuk menaikan tarif premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai salah satu solusi menyelesaikan mismatch yang terus terjadi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan usulan tersebut tengah dipertimbangkan di kabinet dengan mempertimbangkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dengan layanan yang diberikan kepada peserta.
“Memang tarif sedang dipertimbangkan [untuk naik] karena juga menghitung inflasi, ini kan sudah 3 tahun masa begitu-begitu saja sedangkan mungkin layanan yang diberikan sudah naik,” katanya, di Kantor Wakil Presiden, Selasa (31/10/2017).
Namun, Wapres tidak merinci pertimbangan kenaikan tersebut akankah dikenakan oleh seluruh peserta, yang terdiri dari Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Bukan Pekerja (BP).
Tahun lalu, pemerintah sendiri telah menaikkan iuran untuk kategori PBPU atau peserta mandiri untuk pelayanan kelas 1 dan kelas 2 yang naik masing-masing 34,4% menjadi Rp80.000/bulan dan 20% menjadi Rp51.000/bulan.
“Ya memang terasa bahwa tarif itu yang dibayar premi itu terlalu rendah untuk ukuran layanan hari ini. Kalau rumah sakitnya enggak banyak soal, tapi pemerintah,” katanya.
Baca Juga
Selain itu, Wapres mengatakan usulan untuk mengikutsertakan pemerintah daerah dalam menanggung klaim dan defisit juga masih dalam pembahasan. Dia mengatakan memang peran pemda dibutuhkan dalam menyukseskan layanan jaminan kesehatan di daerah.
“Padahal pemda juga banyak, selalu ada program kesehatan oleh daerah masing-masing jadi bisa saja gabungkan saja itu nanti akan selesai itu defisit,” ujarnya.
Dia melanjutkkan, “Jadi pemda harus ikut bertanggung jawab karena sekarang pemda merasa itu hanya BPJS saja sehingga baik dinas kesehatan tidak mengontrol dan mengawasi, kan banyak juga hal-hal yang tidak sesuai.”
Wapres mengatakan belum ditetapkan bentuk dan skema dalam mengikutkan peran pemda dalam menyukseskan pelaksanaan BPJS di daerah, namun dia mengatakan hal tersebut akan kembali dibahas dalam rapat terbatas di Istana Presiden.
“Sudah dibicarakan kabinet, nanti akan saya usul dibicarakan lagi supaya jangan tiap tahun tinggi defisitnya,” ujarnya.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan memperkirakan potensi defisit pemasukan dan pengeluaran (mismatch) dari pembayaran klaim pada tahun ini mencapai Rp9 triliun yang salah satunya diakibatkan oleh kekurangan bayar iuran para peserta.