Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah kembali mengkaji kebijakan atau policy perdagangan internasional termasuk mengkaji perlindungan investasi berupa perjanjian bilateral yang disebut Bilateral Investment Trade atau BIT dengan sejumlah negara.
Hal ini dikemukakan oleh Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar yang mengatakan bahwa ada sejumlah kendala yang menghambat percepatan Bilateral Investment Trade alias BIT.
Dari sisi sektor energi, Arcandra mengaku ada sejumlah kendala yang dihadapi oleh Pemerintah seperti permintaan Australia untuk memiliki 100% divestasi.
“Ini tadi kami membahas tentang perjanjian-perjanjian perdagangan dengan beberapa negara seperti Uni Eropa, Australia dan Chili. Disektor energi kita lebih fokus pada tiga hal sebenarnya, [salah satunya] dengan Australia bagaimana bentuk kerjasama kita, di situ Australia ingin agar masalah divestasi itu kalau bisa perusahaan asing bisa memiliki sampai 100%, sementara di undang-undang kita kan harus divestasi sampai 51%. Nah ini bagaimana kendala-kendala bisa kami atasi,” katanya usai menghadiri rapat koordinasi di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Selasa (31/10).
Selain dengan Australia, Kementerian ESDM juga menjalin BIT dengan negara-negara Timur Tengah sepeti Uni Emirat Arab dan Qatar di sektor energi.
Saat ini, pemerintah telah merampungkan BIT dengan Uni Emirat Arab dimana ini adalah BIT yang pertama diselesaikan sejak 2012 silam.
“Dan ini adalah BIT pertama sejak 2012 kita selesaikan, amanat Presiden yang minta selesaikan secepatnya, setelah minister datang ke Indonesia mengatakan pada bapak presiden bahwa BIT mereka belum selesai, jadi waktu itu kalau gak salah Mei, alhamdulilah tiga kali round perundingan selesai BIT. Padahal sejak 2012 belum selesai,” katanya.
Terkait BIT dengan Qatar, dia mengatakan hal ini masih dalam proses dan segera merampungkan dalam waktu tiga bulan mendatang.
Dari sisi kesehatan, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek membenarkan akan ada evaluasi perjanjian perdagangan internasional dengan beberapa negara khususnya India.
“Di bidang obat dan rumah sakit, ini sedang kami bicarakan [perdagangan internasionalnya. Jadi efek kerjasamanya bagaimana? karena kan bahan baku obat selalu kami beli dari India, jadi itu yang dibicarakan tadi [dalam rakor],” kata Nila.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menko Perekonomian, Darmin Nasution merupakan bentuk konsolidasi untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang menyangkut masalah CEPA, FTA dan juga PPA.
Kemenlu sendiri nantinya berperan untuk memfasilitasi sejumlah perjanjian seperti menjadi ketua tim perundingan BIT antara Indonesia dan UEA.